Harga Timah Anjlok Nyaris 2%, Gara-gara Ini

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
09 August 2022 17:43
An employee works next to molten iron at a steel mill of Dongbei Special Steel in Dalian, Liaoning province, China July 17, 2018. REUTERS/Stringer  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.
Foto: REUTERS/Stringer

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah dunia anjlok pada perdagangan hari ini karena persediaan di gudang yang menumpuk.

Pada Selasa (9/8/2022) pukul 17:10 WIB harga timah dunia tercatat US$23.895 per ton, ambles 1,67% dibandingkan harga penutupan kemarin.

Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) terus naik mencapai posisi tertinggi sejak 20 November 2020 dengan persediaan 4.095 ton. Pada 8 Agustus 2022 persediaan timah di gudang LME tercatat 4.005 ton, naik 98,3% point-to-point (ptp) sejak awal tahun ini. Hal ini menjadi indikasi bahwa permintaan timah dunia masih tertekan sehingga persediaan di gudang terus menumpuk.

Penyebabnya adalah konsumsi yang turun terutama dari konsumen utama, China. Negara Panda tersebut tengah menghadapi gelombang baru virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). China memegang prinsip zero Covid yang membuat kebijakan pengetatan sewaktu-waktu bisa terjadi sehingga mengaburkan prospek ekonominya.

China adalah konsumen timah terbesar di dunia.Konsumsi timah China mencapai 216.200 ton pada tahun 2020, melansir Statista. Sehingga permintaan dari Negeri Panda tersebut dapat berpengaruh terhadap harga timah dunia. Permintaan turun, maka harga pun mengikuti.

Di sisi lain, investor tampak masih menunggu rilis inflasi Amerika Serikat yang bisa menjadi petunjuk mengenai kebijakan moneter bank sentral. Berdasarkan jajak pendapat yang dihimpun Reuters, inflasi AS diperkirakan akan melandai pada Juli 2022. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi AS pada Juli 2022 sebesar 8,7%year-on-year(yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 9,1% yoy.

Ada potensi bank sentral AS (Federal Reserves/The Fed) untuk menaikkan suku bunga yang agresif memberi tekanan bagi timah setelah rilis data pekerja pekan lalu dan inflasi yang rendah. Kebijakan moneter yang ketat saat ini merupakan langkah besar karena meningkatkan kemungkinan resesi selama tahun depan menjadi 40%, berdasarkan jajak pendapat ekonom Reuters pada akhir Juli lalu.

Hal ini dapat mempengaruhi permintaan logam dasar industri seperti timah. Saat permintaan turun, harga pun mengikuti.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking News: Harga Timah Lompat 7%!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular