Inflasi Tinggi dan Ancaman Resesi, Simpan Duit di Mana Nih?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
08 August 2022 11:50
INFOGRAFIS, Kok Bisa RI Gak Bakal Terjerat Resesi?
Foto: Infografis/ Resesi/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Dengan inflasi yang perlahan merangkak naik, serta ancaman resesi global akibat melemahnya ekonomi utama dunia, masyarakat secara luas memutar otak mencoba mencari cara terbaik untuk melindungi uang mereka.

Lebih spesifik, investor juga dipusingkan dengan pilihan tepat mengamankan portofolio investasi dan menyadari hal tersebut bukanlah tugas yang mudah.

Kebutuhan untuk mencegah ancaman inflasi berasal dari fakta bahwa kenaikan harga umumnya mengurangi daya beli aset. Bagi pensiunan yang hidup dengan pendapatan tetap (fixed income), inflasi berarti pendapatan dari obligasi mereka mungkin umurnya semakin pendek, karena biaya yang lebih tinggi membuat pengeluaran semakin besar.

Meski demikian, masih terdapat sejumlah kelas aset lain atau bagian dari kelas aset yang secara historis terbukti dapat melindungi harta Anda yang nilainya kian menciut akibat tingginya angka inflasi.

Investor biasanya diberitahu bahwa ketika inflasi melonjak, salah satu keputusan yang terbaik adalah mengonversi uang yang dimiliki ke dalam aset fisik yang bergerak di atas lonjakan harga, dengan real estat merupakan yang paling sering disarankan sebagai pilihan terbaik.

Akan tetapi, aset fisik khususnya properti tentu bukan pilihan banyak orang karena memakan biaya transaksi yang signifikan serta tidak dapat dibeli semudah atau secepat aset investasi lain.

Terkait pilihan investasi lain, ada juga yang biayanya tidak terlalu mahal tetapi pergerakannya sering kali bergejolak dan memiliki kinerja yang tidak konsisten selama periode inflasi tinggi.

Pilihan terbaik selanjutnya biasanya adalah menyeimbangkan kembali portofolio saham untuk memindahkannya ke industri yang bekerja dengan baik dalam situasi ekonomi dengan inflasi tinggi.

Berikut adalah sejumlah instrumen investasi yang menarik untuk dilirik dalam kondisi perekonomian dengan inflasi tinggi.

Komoditas

Ketika inflasi menghantam, komoditas biasanya mengalami kenaikan paling tinggi. Hal ini karena butuh waktu lama untuk membangun kapasitas baru untuk memenuhi permintaan.

Kinerja Sejumlah Instrumen InvestasiFoto: WSJ
Kinerja Sejumlah Instrumen Investasi

Saham emiten tambang, CPO, migas, dan produsen komoditas lainnya secara konsisten terus mengungguli kinerja pasar secara keseluruhan.

Harga minyak dan batu bara naik puluhan hingga ratusan persen tahun ini. Sementara saham tambang, khususnya batu bara, dan perusahaan minyak melonjak tajam dengan indeks energi merupakan sektor terbaik tahun ini.

Meski masih relatif asing, komoditas dapat diperdagangkan melalui bursa berjangka, yang pengembalian jangka panjangnya lebih bergantung pada perbedaan antara berbagai harga berjangka daripada komoditas yang mendasarinya.

Meski demikian perdagangan berjangka juga memiliki ancaman khusus seperti apa yang dikenal oleh trader sebagai contango, yakni ketika harga berjangka lebih tinggi dari harga spot yang diharapkan ketika kontrak berjangka jatuh tempo.

Contango berarti investor jangka panjang terus-menerus membeli tinggi dan kemudian menjual rendah, menghasilkan pengembalian "putaran" negatif.

Sejumlah komoditas sudah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan dan berada di contango. Sehingga investor harus berpikir berapa besar kenaikan harga yang cukup untuk menutupi kerugian.

Saham

Dalam kondisi inflasi tinggi atau bahkan sampai resesi, pasar saham secara keseluruhan biasanya akan memberikan pengembalian negatif. Akan tetapi hal tersebut tidak pukul rata, artinya sejumlah sektor dapat mengalami penguatan dan sektor lainnya terkoreksi dalam.

Sejumlah pandangan umum menyarankan agar investor mengoleksi value stock yang memiliki fundamental bagus, daripada growth stock yang menawarkan pertumbuhan bisnis tinggi, seperti sektor teknologi.

Selain itu sejumlah sektor juga menawarkan peluang investasi kala suku bunga tinggi, termasuk sektor energi hingga finansial.

Kinerja sektoral saham AS ketika inflasi tinggiFoto: WSJ
Kinerja sektoral saham AS ketika inflasi tinggi

Emas Bagaimana?

Inflasi yang tinggi dan ambruknya pasar saham AS beberapa waktu lalu ternyata tidak banyak berpengaruh pada harga emas di paruh pertama tahun ini.

Tetapi memang benar bahwa emas, secara historis, berkinerja baik ketika inflasi tinggi, mempertahankan nilainya bahkan di negara-negara di mana inflasi melonjak hingga dua digit, menurut sebuah studi untuk Credit Suisse oleh akademisi Elroy Dimson, Paul Marsh dan Mike Staunton.

Permasalahan utama dengan emas adalah dalam situasi normal cenderung memiliki kinerja kurang baik dibandingkan saham dan tidak memberikan pendapatan. Karena nilai emas ditopang oleh anggapan bahwa orang lain menganggapnya berharga, emas juga rentan terhadap apa pun yang mengancam status tersebut.

Setelah emas naik mendekati rekor pada bulan Maret, harganya merosot selama tiga bulan dan mengalami penurunan kuartalan terbesar dalam lebih dari setahun.

Tekanan pada emas tampaknya akan bertahan di paruh kedua tahun ini. The Federal Reserve telah mempercepat kenaikan suku bunga untuk melawan inflasi.

Hal tersebut telah mengangkat imbal hasil obligasi pemerintah dan dolar AS ke level tertinggi multi-tahun, menyeret harga emas turun lebih dari 10% dari posisi tertinggi 2022.

Gejolak pasar, inflasi dan perang umumnya diperkirakan akan meningkatkan harga emas, yang dihargai karena stabilitasnya. Tetapi investor melihat kombinasi hasil yang lebih tinggi dan dolar yang meningkat sebagai sentimen yang dapat merusak performa logam mulia.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular