Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melesat, Rupiah Sikat Dolar AS!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menghentikan pelemahan dalam 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (4/8/2022). Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melesat lebih tinggi dari prediksi membuat rupiah mampu mencatat penguatan.
Melansir data Refinitv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,47% ke Rp 14.860/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat hari ini. Penguatan rupiah kemudian terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.890/US$, menguat 0,27% di pasar spot.
Terpangkasnya penguatan rupiah tidak lepas dari pasar yang menanti rilis data tenaga kerja Amerika Serikat malam ini.
Data tenaga kerja Amerika Serikat yang menjadi indikator kesehatan ekonomi akan dirilis malam ini. Jika pasar tenaga kerja AS mengalami pelemahan, maka Amerika Serikat akan semakin banyak yang menyebut mengalami resesi.
Berdasarkan konsensus Trading Economics, perekrutan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) pada Juli diperkirakan sebesar 250.000 orang, lebih rendah bulan sebelumnya 372.000 orang. Sementara tingkat pengangguran tetap sebesar 3,6%.
Rilis tersebut juga akan mempengaruhi probabilitas kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed).
"Agar dolar AS melemah, The Fed harus lebih khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi ketimbang inflasi, dan kita masih belum berada di situ," kata Michalis Rousakis, ahli strategi valuta asing G10 di Bank of America Securities, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (4/8/2022).
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) pagi ini mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 tumbuh 5,44% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year-on-year (yoy). Sedangkan dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq), ekonomi tumbuh 3,72%.
"Pertumbuhan ekonomi secara qtq 3,72% dan yoy sebesar 5,44%," ungkap Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Jumat (5/8/2022).
Realisasi tersebut bahkan lebih tinggi dari polling Reuters sebesar 5,13% (yoy).
Margo menyebut pertumbuhan ekonomi yang impresif itu ditopang oleh perkembangan harga komoditas. Peningkatan harga komoditas menyebabkan Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan US$ 15,55 miliar pada kuartal II-2022.
"Indonesia mendapatkan windfall dan harga komoditas di pasar global," kata Margo.
Selain itu, Hari Raya Idul Fitri juga memicu peningkatan konsumsi masyarakat yang merupakan kontributor terbesar PDB. Di kuartal II lalu, pertumbuhan konsumsi tercatat sebesar 5,51% dengan distribusi ke PDB 51,47%.
Selanjutnya adalah pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 3,07% atau distribusi 27,31% dan ekspor tumbuh 19,74% atau distribusi 24,6%.
Secara umum suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi dalam dua kuartal beruntun secara tahunan. Dengan PDB Indonesia yang masih tumbuh, bahkan lebih tinggi lagi, resesi tentunya semakin jauh dari Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
