
Ekonomi RI Melejit, Saatnya Bunga Acuan Naik? Nanti Dulu...

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan belum akan menaikkan suku bunga acuan pada bulan ini meskipun pertumbuhan ekonomi sudah ada di level historisnya yakni di kisaran 5%.
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% (year on year/yoy) dan 3,72% (quarter-to-quarter/qtq) pada kuartal II-2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 15 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17% (yoy) sementara Gubernur BI Perry Warjiyo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua menembus 5,05%.
Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli lalu, Perry mengatakan keputusan BI menahan suku bunga acuan di level 3,5% adalah demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik serta mempertimbangkan laju inflasi inti yang masih terjaga.
"Keputusan suku bunga BI-7DRR didasarkan assessment dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, perkiraan inflasi ke depan khususnya inflasi inti dan implikasinya pada pertumbuhan ekonomi," tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).
Sejumlah ekonom memperkirakan BI masih akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini meskipun ekonomi sudah pulih dan tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya (5,01%). Perekonomian Indonesia juga sudah kembali tumbuh ke level historisnya di kisaran 5% setelah luluh lantak karena pandemi.
Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan BI akan lebih mempertimbangkan data inflasi inti dibandingkan pertumbuhan ekonomi.
"Data pertumbuhan ini tidak menjadi penghambat maupun katalis kenaikan suku bunga acuan BI. Lebih kepada bagaimana memandang inflasi inti ke depannya," tutur Wisnu kepada CNBC Indonesia.
Inflasi inti Indonesia menembus 0,28 % (mtm) dan 2,86% (yoy). Secara tahunan, inflasi inti pada Juli adalah yang tertinggi sejak April 2020 (2,9%).
Inflasi inti naik tajam sepanjang tahun ini menyusul dilonggarkannya mobilitas masyarakat. Pada Desember 2021 lalu, inflasi inti masih ada di angka 1,5% tetapi pada Juni tahun ini sudah mencapai 2,63%.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan meskipun ekonomi Indonesia mulai melesat pada tahun ini tetapi belum sampai ke tahap overheating atau kondisi di mana pertumbuhan ekonomi melesat dengan dibarengi lonjakan inflasi karena melambungnya daya beli.
"Walau (pertumbuhan ekonomi) tinggi tapi belum menunjukkan ekonomi overheating. Core inflation masih di bawah 3% saat ini. Jadi bulan ini (suku bunga acuan BI) masih akan di-hold kemungkinan besar," ujar Faisal, kepada CNBC Indonesia.
Merujuk data BPS, inflasi Indonesia pada Juli menembus 0,64 % (month on-month/MoM), melesat dibandingkan yang tercatat pada Juni yakni 0,61%. Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi pada Juni terbang ke angka 4,94%. Catatan tersebut adalah yang tertinggi sejak Oktober 2015 di mana pada saat itu inflasi tercatat 6,25%.
Namun, inflasi tinggi pada tahun ini lebih disebabkan oleh kelompok volatile dan administered price. Inflasi kelompok volatile melonjak karena persoalan supply sementara kelompok administered price karena kenaikan BBM non-subsidi.
Dia menambahkan selain inflasi inti masih di bawah 3%, rupiah juga kini menguat sehingga menjadi modal BI untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan pada Agustus. "Neraca dagang masih akan surplus. Balance of Payment pada kuartal II-2022 juga akan bagus hasilnya dengan current account balance diprediksi akan surplus lebih tinggi daripada kuartal I-2022," tuturnya.
Membaiknya kinerja neraca pembayaran dan transaksi berjalan akan meredam goncangan dari eksternal sehingga tekanan ke pasar keuangan terjaga.
Senada, ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto juga memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga pada bulan ini untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. Suku bunga acuan sebesar 3,5% sendiri sudah bertahan sejak Februari 2021 atau sudah bertahan selama 18 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
"Kami memperkirakan BI mulai menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada September mendatang. Kenaikan sebesar 25 bps akan dilakukan lagi pada kuartal IV-2022 karena inflasi inti akan naik sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi," tutur Rully dalam laporannya Macro Update July's inflation update: Another weather-driven inflation.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Catatan Sejarah! BI Selalu Tancap Gas Saat Dunia Kacau Balau
