
Warning! Cadev RI Anjlok, Terparah Sejak Pandemi Covid-19

Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa Indonesia anjlok pada Juli lalu, salah satu penyebab utamanya nilai tukar rupiah yang merosot melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga menembus ke atas Rp 15.000/US$.
Bank Indonesia (BI) pada Jumat (5/8/2022) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2022 sebesar US$ 132,2 miliar. Berkurang US$ 4,2 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Cadangan devisa Indonesia kini berada di posisi terendah sejak Juni 2020.
Anjloknya cadangan devisa tersebut menjadi yang terbesar sejak Maret 2020 atau awal pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Saat itu, nilai tukar rupiah yang merosot hingga menembus Rp 16.600/US$ membuat BI melakukan intervensi yang masif, cadangan devisa pun anjlok hingga US$ 9,4 miliar.
Hal yang sama sepertinya terjadi pada bulan lalu, meski pelemahan rupiah tidak separah di awal pandemi. Juli lalu, rupiah sempat menyentuh Rp 15.035/US$ yang merupakan level terlemah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. BI pun kembali melakukan intervensi.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada Juli 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ungkap keterangan tertulis BI, Jumat (5/8/2022).
Seperti diketahui, BI menerapkan kebijakan triple intervention guna menstabilkan nilai tukar rupiah. Intervensi dilakukan di pasar spot, domestik non-deliverable forward (DNDF) dan di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Tekanan besar bagi rupiah sebenarnya datang dari eksternal, yakni bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.
The Fed mulai menaikkan suku bunga pada Maret lalu, dan terus melakukannya di setiap rapat kebijakan moneter.
Pada Juni lalu, The Fed menaikkan suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 75 basis poin, menjadi kenaikan terbesar sejak 1994. Rupiah saat itu memang mengalami pelemahan, tetapi tidak terlalu besar.
Tekanan hebat bagi rupiah baru muncul di bulan Juli saat The Fed dispekulasikan akan mengerek suku bunga sebesar 100 basis poin akibat inflasi yang masih belum menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya.
Rupiah pun terpuruk, dan cukup lama bergerak di dekat Rp 15.000/US$. Intervensi dari BI semakin terlihat jika berkaca pada pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward yang berada cukup jauh di atas level psikologis tersebut, tetapi di pasar spot masih di bawahnya.
Beruntung, tekanan bagi rupiah mereda setelah The Fed tidak menaikkan suku bunga 100 basis poin, tetapi 75 basis poin menjadi 2,25% - 2,5% pada Kamis (28/7/2022) dini hari waktu Indonesia.
Rupiah pun sukses, menguat dan menjauhi Rp 15.000/US$. Meski demikian, ke depannya tekanan bagi rupiah bisa semakin meningkat, sebab The Fed masih akan terus menaikkan suku bunga. Kebutuhan cadangan devisa untuk intervensi juga masih akan tinggi, sebab BI masih enggan menaikkan suku bunga.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Tahan Suku Bunga, Ekonomi RI Jadi Moncer