
Lo Kheng Hong Effect Memudar, BMTR Masuk Top Losers

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup kembali menguat pada perdagangan Rabu (3/8/2022) kemarin, di tengah memanasnya kembali tensi antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melesat 0,84% ke posisi 7.046,635. IHSG sukses kembali menyentuh level psikologis 7.000. Pergerakan IHSG cenderung sejalan dengan mayoritas indeks saham Asia-Pasifik yang berakhir di zona hijau kemarin.
Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka turun tipis 0,01% di posisi 6.987,35. Tetapi selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung bangkit dan tak kembali ke zona merah. Setelah itu, IHSG konsisten bergerak di zona hijau.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 21 triliun dengan melibatkan 30 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 267 saham terapresiasi, 250 saham terdepresiasi, dan 165 saham lainnya stagnan.
Investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 755,35 miliar di pasar reguler. Tetapi di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat melepas (net sell) hingga mencapai Rp 7,9 triliun, sehingga secara total, asing mencatatkan net sell sebesar Rp 7,14 triliun.
Saat IHSG kembali menguat dan kembali menembus level psikologis 7.000, beberapa saham menjadi top gainers. Berikut sepuluh saham yang menjadi top gainers pada perdagangan Rabu kemarin.
![]() |
Saham emiten produsen baja yakni PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) memimpin jajaran top gainers pada perdagangan kemarin. Saham GDST ditutup meroket 27,84% ke posisi harga Rp 124/saham.
Nilai transaksi saham GDST pada perdagangan Rabu kemarin mencapai Rp 17,38 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 146,07 juta lembar saham. Namun, investor asing melepas saham GDST sebesar Rp 221,19 juta di pasar reguler.
Menurut data perdagangan, sejak perdagangan 25 Juli hingga kemarin, saham GDST belum pernah mencatatkan koreksi. Saham GDST mencatatkan penguatan sebanyak 4 kali dan stagnan sebanyak 4 kali stagnan.
Dalam sepekan terakhir, saham GDST melonjak 31,91%, sedangkan selama sebulan terakhir, GDST terpantau melejit 36,26%.
Jika melihat kinerja laporan keuangannya pada kuartal II-2022, GDST berhasil mencatatkan penjualan dan pendapatan usaha mencapai Rp 1,2 triliun naik 51,8% dari tahun sebelumnya yakni 809,26 miliar.
Pada Mei lalu, GDST melakukan ekspor produk pelat baja ke Eropa sebanyak 15.000 ton atau senilai US$ 17 juta. Tujuan negara ekspor pelat baja ke Eropa sebanyak 15.000 ton antara lain adalah Jerman sebanyak 10.000 ton dan ke Spanyol 5.000 ton. Ekspor baja ke Eropa ini juga merupakan imbas dari perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan berkurangnya suplai baja.
Diketahui bahwa baja dari GDST selama ini banyak digunakan sebagai bahan untuk konstruksi pembuatan kapal, jembatan, serta tiang-tiang pabrik. Adapun kontribusi pasar ekspor terhadap penjualan sebanyak 91%.
Selain saham GDST, terdapat pula saham emiten produsen kaleng kemas yakni PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk (PANI), yang harga sahamnya melesat 9,85% ke posisi Rp 12.550/saham.
Nilai transaksi saham PANI pada perdagangan kemarin mencapai Rp 4,18 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan hanya sebanyak 333.500 lembar saham. Asing mengoleksi saham PANI sebesar Rp 19,79 juta di pasar reguler.
Kenaikan saham PANI disebabkan karena perseroan bakal menggelar rights issue, di mana nilainya cukup fantastis yakni mencapai Rp 6,56 triliun.
Berdasarkan prospektus, Rabu kemarin, perolehan dana itu didapat setelah PANI memutuskan untuk melepas 13,12 miliar saham biasa dalam aksi korporasi dengan skema penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) itu. Adapun harga pelaksanaan rights issue ini Rp 500 per saham.
Jumlah emisi yang diterbitkan tergolong besar, setara 96,97% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Persentase ini juga yang menjadi besaran efek dilusi jika ada pemegang saham yang tidak menggunakan haknya dalam rights issue.
Bagi setiap pemegang saham yang namanya tercatat hingga 10 Agustus mendatang memiliki hak atas 32 HMETD. Setiap satu HMETD memberikan hak untuk membeli satu saham yang dikeluarkan dalam rights issue.
Dana hasil rights issue, setelah dikurangi biaya emisi, akan digunakan untuk penyertaan saham baru yang akan dikeluarkan oleh PT Bangun Kosambi Sukses (BKS).
Usai urusan ini, giliran BKS yang melakukan investasi dan pengembangan bisnis dengan penyertaan saham baru yang dikeluarkan oleh Mega Andalan Sukses (MAS) dan Cahaya Gemilang Indah Cemerlang (CGIC).
Jadi, sederhananya, PANI akan membeli 51% saham BKS senilai Rp 6,5 triliun menggunakan dana hasil rights issue. Nah, 'duit' yang diterima BKS dari PANI akan digunakan untuk mengakuisisi 51% saham MAS dan CGIC masing-masing senilai Rp 4,7 triliun dan Rp 1,8 triliun.
Asal tahu saja, ketiganya merupakan anak usaha Agung Sedayu Group secara langsung melalui PT Multi Artha Pratama (MAP) dengan porsi kepemilikan saham di masing-masing perusahaan 50%. Ini posisi sebelum rights issue.
Sedang setelah rights issue, giliran BKS yang menjadi anak usaha PANI. Sedang MAS dan GCIG menjadi cucu usaha PANI.
Baik MAS maupun CGIC bergerak di sektor properti. Dengan kata lain, PANI akan bermanuver dengan masuk ke bisnis properti dari sebelumnya di industri pengolahan hasil perikanan dan penyimpanan di kamar dingin (cold storage).