Di Benua Biru, Rupiah Tertekan Oleh Dua Mata Uang Ini

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
02 August 2022 11:58
FILE PHOTO: A bank employee counts pound notes at Kasikornbank in Bangkok, Thailand October 12, 2010. REUTERS/Sukree Sukplang/File Photo
Foto: Pounds (REUTERS/Sukree Sukplang)

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah terkoreksi terhadap dua mata uang utama di Benua Biru yakni euro dan poundsterling. Namun, rupiah berhasil menguat terhadap dolar franc swiss pada perdagangan Selasa (02/8/2022). Apa penyebabnya?

Melansir Refinitiv, pukul 11:30 WIB, euro menguat terhadap rupiah 0,12 % ke 15.276,63/EUR dan poundsterling terapresiasi terhadap rupiah sebanyak 0,12% ke Rp 18.233,78/GBP.

Namun, dolar franc swiss yang termasuk mata uang dengan nilai lindung, terkoreksi terhadap rupiah sebanyak 0,01% ke Rp 15.657,89/CHF.

Dari dalam negeri, sentimen positif berasal dari rilis Purchasing Managers' Index (PMI) dari S&P Global Indonesia yang menunjukkan bahwa PMI per Juli naik ke 51,3 dari 50,2 di bulan sebelumnya dan menjadi level tertinggi sejak April 2022.

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (1/8) telah mengumumkan data inflasi Juli 2022 naik 0,64% secara bulanan dari 0,61% pada bulan sebelumnya. Secara tahunan, laju inflasi kembali melesat ke 4,94% dan menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015 atau 7 tahun lalu.

Kenaikan inflasi tersebut dipicu oleh meningkatnya harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, dan cabai rawit, serta bahan bakar rumah tangga yang termasuk tarif listrik.

Meski begitu, inflasi inti naik 0,28% menjadi 2,86%. Inflasi inti biasanya diawasi ketat oleh Bank Indonesia (BI) untuk menetapkan kebijakan moneternya. Namun, inflasi inti masih berada pada target BI di 3%.

Ketua BPS Margo Yuwono juga mengatakan bahwa inflasi masih relatif rendah karena fundamental ekonomi Tanah Air masih bagus.

Berbeda dengan RI, aktivitas manufaktur di seluruh wilayah Eropa berkontraksi di Juli dengan pabrik-pabrik terpaksa menimbun barang yang tidak terjual karena permintaan yang lemah. PMI Eropa di Juli turun menjadi 49,8 dari 51,2 di Juni.

"Manufaktur zona euro tenggelam ke dalam penurunan yang semakin tajam, menambah risiko resesi di kawasan itu. Pesanan baru sudah turun dengan kecepatan yang, tidak termasuk bulan-bulan penguncian pandemi, adalah yang paling tajam sejak krisis utang pada 2012, dengan kemungkinan yang lebih buruk akan datang, " kata Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di S&P Global dikutip Reuters.

Diprediksikan bahwa pemicu dari permintaan yang lemah di pasar karena angka inflasi di zona Eropa yang tinggi, hingga menyentuh rekor terbaru di 8,9%. Pertemuan bank sentral Eropa (ECB) berikutnya akan diselenggarakan pada 8 September 2022.

Pasar berekspektasi bahwa ECB akan menaikkan suku bunga 35 basis poin (bps) di September, serta memproyeksikan adanya kenaikan suku bunga acuan gabungan hingga 90 bps hingga pada akhir tahun ini.

Sementara itu, di kawasan Inggris, inflasi per Juni 2022 kembali melonjak 9,4% dan menjadi angka inflasi tertinggi sejak 40 tahun.

Bank of England (BOE) diprediksikan akan menaikkan suku bunga acuannya pada Kamis 4 Agustus 2022 sebanyak 50 bps dan menjadi kenaikan terbesar sejak 1995. Suku bunga diprediksikan akan mencapai 1,75% dari 1,25%.

Namun, BOE telah memperingatkan bahwa ekonomi Inggris kemungkinan akan berkontraksi akhir tahun ini. Bahkan pada pekan lalu, Dana Moneter International (IMF) memperkirakan ekonomi Inggris akan mengalami pertumbuhan terlemah pada tahun depan di 2,3%.

Meskipun euro dan poundsterling berhasil menguat terhadap Mata Uang Garuda, tapi pertumbuhan ekonominya masih dibayangi oleh perlambatan karena inflasi yang melonjak. Sehingga membuat ECB dan BOE agresif untuk meredam angka inflasi, tapi ke agresifan bank sentral tersebut dapat memicu perlambatan ekonomi karena membatasi ekspansi dalam dunia bisnis.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Di Eropa, Rupiah Keok di Hadapan 2 Mata Uang Ini...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular