
Gawat! Rupiah Kian Tak Bertenaga di Eropa!

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah terkoreksi terhadap ketiga mata uang utama di Benua Biru yakni euro, poundsterling dan dolar franc swiss pada perdagangan Rabu (03/8/2022). Katalis negatif di kawasan Eropa dan Inggris rupanya tidak menghentikan laju penguatan mata uangnya.
Melansir Refinitiv, pukul 11:30 WIB, euro menguat terhadap rupiah 0,34 % ke 15.187,94/EUR dan poundsterling terapresiasi terhadap rupiah sebanyak 0,23% ke Rp 18.162/GBP.
Sedangkan, dolar franc swiss yang termasuk mata uang dengan nilai lindung, menguat terhadap rupiah sebanyak 0,44% ke Rp 15.614,53/CHF.
Di zona Eropa, bank sentral Eropa (ECB) pada Juli telah menaikkan suku bunga untuk pertama kali sejak 11 tahun ke 0,5% dan menjanjikan kenaikan lagi setelah pertemuan 8 September 2022.
Kini, inflasi di wilayah Eropa telah menyentuh rekor terbarunya di 8,9%. Setiap kekurangan gas selama musim dingin yang akan datang kemungkinan akan mendorong harga energi lebih tinggi. Zona euro memang lebih rentan terhadap perang di Ukraina dan ancaman pemutusan pasokan gas dari Rusia dapat menyebabkan blok tersebut ke dalam resesi, membuat para pembuat kebijakan dilema dalam menyeimbangkan pertimbangan pertumbuhan dan inflasi.
Beberapa lembaga keuangan seperti Goldman Sachs, Nomura dan Berenberg memprediksikan bahwa kawasan Eropa akan memasuki resesi pada 2023. Nomura memprediksikan PDB Eropa akan terkontraksi 1,2% di 2023, sedangkan Berenberg memproyeksikan kontraksi sebesar 1%. Namun, Goldman Sachs masih lebih optimis bahwa PDB Eropa masih tumbuh 0,8% meski menurun jauh dari proyeksi PDB di 2022 di 2,7%.
Tidak jauh berbeda, Institut Nasional Riset Ekonomi dan Sosial (NIESR) memproyeksikan suku bunga Bank of England (BOE) akan berada di 3% dan memproyeksikan bahwa Inggris akan masuk ke zona resesi tahun ini. Saat ini, suku bunga BOE masih berada di 1,25%.
NIESR memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Inggris akan negatif dari kuartal III-2022 hingga kuartal I-2023, sehingga secara teknis Inggris diproyeksikan akan memasuki zona resesi karena adanya penurunan pada PDB selama dua kuartal beruntun.
Pasar telah memprediksikan bahwa BOE akan kembali menaikkan suku bunga acuannya pada Kamis 4 Agustus 2022 sebanyak 50 bps dan menjadi kenaikan terbesar sejak 1995. Suku bunga diprediksikan akan mencapai 1,75% dari 1,25%.
Meski sentimen negatif masih membayangi kawasan Eropa dan Inggris, tapi tidak mengurangi tekanan terhadap Mata Uang Garuda.
Sementara itu, dari dalam negeri, pada Jumat (5/8) akan dirilis PDB Indonesia kuartal II-2022. Jika mengacu pada jajak pendapat analis Reuters bahwa PDB Indonesia periode April-Juni 2022 diprediksikan akan tumbuh ke 5,17% dari 5,01% pada kuartal pertama tahun ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung oleh ekspor yang kuat dan konsumsi swasta.
"Kasus baru (coronavirus) harian tetap terkendali dan aktivitas domestik terus membaik pada kuartal II-2022. Kuartal itu juga memiliki Ramadhan dan kami mengharapkan momentum berurutan yang kuat untuk konsumsi swasta," tutur Frederic Neumann, Co-Head of Asian Economics Research HSBC dikutip Reuters.
Analis memprediksikan bahwa Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak 18 bulan pada kuartal III-2022.
"Kami percaya bahwa BI akan menaikkan suku bunga acuan utamanya pada kuartal ini karena inflasi inti terus meningkat sejak Oktober 2021. Kenaikan suku bunga akan membantu memperlambat tekanan inflasi yang akan datang dan membantu menstabilkan rupiah tanpa merusak pemulihan pertumbuhan," kata Irman Faiz, analis Bank Danamon.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
Next Article Di Eropa, Rupiah Keok di Hadapan 2 Mata Uang Ini...