Jakarta, CNBC Indonesia - Blue Bird Group dan sejumlah pihak seperti Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran hingga mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan oleh salah seorang pemegang sahamnya Elliana Wibowo. Tak tanggung-tanggung, nilai gugatan yang diajukan mencapai Rp 11 triliun lebih.
Menanggapi hal tersebut manajemen Blue Bird (BIRD) menyebut bahwa perusahaan belum menerima gugatan yang disampaikan dan akan melakukan pengkajian dan memberikan tanggapan secepatnya setelah gugatan diterima. Hal tersebut disampaikan oleh Corporate Secretary Blue Bird Jusuf Salman dalam keterbukaan informasi, Senin 1 Agustus 2022.
Dilansir dari situs PN Jakarta selatan, Senin (1/8/2022), gugatan itu terdaftar pada Senin 25 Juli 2022 dengan nomor perkara 677/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL. Elliana mengutus Davy Helkiah Radjawane sebagai kuasa hukumnya.
Siapa Elliana Wibowo?
Elliana Wibowo yang menggugat Blue Bird merupakan anak dari Alm. Surjo Wibowo, salah satu sosok penting dari perusahaan penyedia layanan taksi tersebut. Selain itu dia juga merupakan saudara kandung dari Komisaris BIRD Gunawan Surjo Wibowo.
Dalam dokumen resmi perusahaan disebutkan bahwa perusahaan didirikan pada tahun 1965 oleh Alm. Mutiara Fatimah Djokosoetono dan kedua anaknya yakni Alm. dr. Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro yang merupakan pengendali BIRD dan kala IPO menjabat sebagai direktur utama perusahaan.
Keterlibatan ayah dari Elliana dimulai tahun 1970-an ketika Alm. Mutiara Fatimah Djokosoetono, CV Lestiani dan Alm. Surjo Wibowo bersama-sama dengan beberapa mitra bisnisnya mendirikan PT Sewindu Taxi (berganti nama menjadi PT Blue Bird Taxi - "BBT"). CV Lestiani sendiri adalah perusahaan yang didirikan oleh tiga anak Alm Ibu Mutiara, Alm. Chandra, Purnomo dan Mintarsih A. Latief.
Sekitar awal tahun 1980 sampai dengan awal tahun 2000, beberapa pemegang saham di dalam BBT menjual kepemilikan sahamnya, yang diikuti dengan penjualan saham dari beberapa perusahaan lainnya yang dibeli oleh keluarga dr. Purnomo Prawiro dan Alm dr. Chandra Suharto.
Keretakan dalam tubuh Blue Bird mulai terjadi pada tahun 1990, dengan Mintarsih mulai berkonsentrasi pada perusahaan miliknya Gamnya Taxi. Pada pertengahan tahun 2001 atau setalah setahun sang Ibu meninggal dunia, dr. Mintarsih A. Latief disebut mengundurkan diri atas kehendaknya sendiri dari CV Lestiani.
Sebelum melantai di bursa, BIRD telah berkali-kali digugat oleh sejumlah pihak termasuk anak perempuan Alm. Ibu Mutiara yang pecah kongsi dengan saudaranya, Mintarsih, serta anak dari Alm. Surjo Wibowo yakni Elliana.
Pada tanggal 17 Mei 2013, Mintarsih mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (dalam kapasitasnya sebagai direktur BBT) kepada saudara laki-laki beserta keponakannya, yakni Purnomo Prawiro Mangkusudjono dan anak-anak dari almarhum Chandra Suharto.
Pada RUPS 2013, para pemegang saham (mewakili 73,62%) BBT memerintahkan Direksi BBT untuk mencabut gugatan dan memutuskan untuk memberhentikan Mintarsih sebagai Direktur BBT.
Sementara itu pada tanggal 6 September 2013, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo mengajukan gugatan perdata kepada sejumlah pihak, termasuk Purnomo dan anak-anak dari Alm. Chandra.
Selanjut pada tahun 2014, tak terima diberhentikan dari direksi BBT, Mintarsih melalui OC Kaligis dan firma hukumnya menggugat sejumlah pihak, termasuk Purnomo, dan meminta majelis hakim untuk menyatakan RUPS 2013 tidak sah. Dalam gugatan tersebut ia juga meminta kompensasi kerugian material sebesar Rp 2,11 triliun.
Pada 2 Juni 2014, Lani dan Elliana Wibowo kembali menggugat Purnomo dan sejumlah pihak lain karena dianggap tidak pernah menerbitkan laporan keuangan, laporan inventaris aset, dan laporan kegiatan usaha untuk periode 2001 - 2011. Pihak tergugat juga dituduh melakukan kelalaian dalam menjalankan pengelolaan BBT karena Lani dan Elliana mengaku tidak memperpanjang masa pendaftaran hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh BBT atau memperkenankan perseroan dan perusahaan lainnya untuk menggunakan aset-aset milik BBT.
Dalam gugatannya, Lani dan Elliana mengajukan permintaan yang sama seperti Mintarsih kepada majelis hakim antara lain untuk menyatakan tidak sah RUPS 2013. Selain itu keduanya juga meminta Purnomo untuk membatalkan merek dagang "Blue Bird" dan mendaftarkan hak kekayaan intelektual tersebut atas nama BBT.
Selain itu, penggugat juga meminta majelis hakim untuk menghukum Purnomo, dalam kapasitas pribadinya untuk membayar kerugian sebesar Rp 651,68 miliar.
Menanggapi gugatan Lani dan Elliana tersebut manajemen BIRD dalam prospektus IPO menyebut "walaupun perseroan berkeyakinan bahwa tuntutan atau proses litigasi tersebut pada intinya tidak berdasar, perseroan tidak dapat menjamin bahwa Perseroan dapat secara sukses membela diri atas proses litigasi yang sedang terjadi atau yang akan terjadi di masa mendatang."
Gugatan Lani dan Elliana ditolak oleh PN Jakarta Selatan pada 1 April 2015 dalam putusan Nomor 322 / Pdt.G / 2014 / PN.Jkt.Sel. Pengadilan juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebanyak Rp. 3.816.000.
Tak terima atas putusan tersebut, Lani dan Elliana mengajukan banding pada 20 November 2017. Akan tetapi putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang dibacakan pada 13 Februari 2018 malah menguatkan putusan awal tahun 2015 yang diterbitkan PN Jakarta Selatan.
Jalan terjal kembali ditempuh Lani dan Elliana yang membawa kasus ini ke pengadilan tertinggi dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun harapan keduanya kembali hancur setelah pada 12 Juni 2019, hakim memutuskan untuk menolak kasasi tersebut.
Tak kunjung menyerah, Elliana kini memasuki proses litigasi baru yang didaftarkan ke PN Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022 lalu dan menuntut pihak tergugat hingga Rp 11 triliun.
Gugatan dilayangkan terkait perubahan AD/ART Blue Bird, saham- saham Elliana pada PT Blue Bird Taxi, PT Big Bird, dan PT Blue Bird Tbk, serta saham salah satu pemegang saham di PT Blue Bird Tbk.
Blue Bird Taxi sendiri bukan merupakan anak perusahaan dari dan merupakan pihak berelasi dari BIRD dengan sifat hubungan yakni mempunyai manajemen kunci dan pemegang saham yang sama. Sifat saldo akun dan transaksi termasuk piutang usaha, piutang lain-lain, utang usaha, utang lain-lain, beban sewa dan liabilitas.
Pada prospektus IPO tahun 2014 silam, Lani, Elliana dan anggota keluarga lain diketahu mewarisi kepemilikan Surjo Wibowo setelah meninggal. Kala itu saham gabungan yang dimiliki ahli waris, termasuk Lani dan Elliana, mewakili 19,69% dari saham-saham pada BBT.
TIM RISET CNBC INDONESIA