Semangat Baru di Asia, Bursa Singapura Naik Nyaris 1%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 01/08/2022 17:01 WIB
Foto: Bursa China (REUTERS/Lucas Jackson )

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup cerah bergairah pada perdagangan Senin (1/8/2022) awal pekan ini, setelah dirilisnya data aktivitas manufaktur China versi Caixin pada periode Juli 2022.

Indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,69% ke posisi 27.993,35, Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,05% ke 20.165,84, Shanghai Composite China bertambah 0,21% ke 3.259,96, ASX 200 Australia terapresiasi 0,69% menjadi 6.993.

Selanjutnya, indeks Straits Times Singapura ditutup melesat 0,92% ke posisi 3.241,22, KOSPI Korea Selatan naik tipis 0,03% ke 2.452,25, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat 0,25% menjadi 6.968,78.


Dari China, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi Caixin pada bulan lalu dilaporkan terkontraksi menjadi 50,4, dari sebelumnya pada Juni lalu di angka 51,7. Angka ini lebih rendah dari prediksi pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan PMI manufaktur China versi Caixin di angka 51,5.

Meski berkontraksi, tetapi manufaktur China versi Caixin masih berada di zona ekspansif. Hal ini berbeda dengan data resmi dari NBS yang dirilis pada Minggu kemarin.

Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistics/NBS) melaporkan sektor manufaktur China mengalami kontraksi di bulan Juli.

PMI manufaktur China versi NBS pada Juli dilaporkan sebesar 49, turun dari bulan sebelumnya 50,2, sementara survei dari Reuters memprediksi kenaikan menjadi 50,4.

Sub-indeks untuk output, pesanan baru serta tenaga kerja semuanya dilaporkan mengalami kontraksi.

"Tingkat kemakmuran ekonomi China telah menurun, fondasi untuk pemulihan masih membutuhkan konsolidasi," kata ahli statistik senior NBS, Zhao Qinghe sebagaimana dilansir CNBC International.

Meski data aktivitas manufaktur China pada bulan lalu menunjukkan perlambatan, tetapi pelaku pasar di Benua Kuning dan Benua Hijau tetap optimis di perdagangan hari pertama Agustus 2022.

Bursa Asia-Pasifik yang cerah bergairah pada hari ini terjadi masih cerahnya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 0,97% ke posisi 32.845,129, S&P 500 melonjak 1,42% ke 4.130,29, dan Nasdaq Composite melejit 1,88% menjadi 12.390,69.

Padahal bulan lalu, ada rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang memutuskan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bp).

Sepanjang tahun ini, Ketua The Fed, Jerome 'Jay' Powell sudah menaikkan Federal Funds Rate (FFR) sebanyak 225 bp dan kemungkinan besar masih berlanjut.

Era suku bunga tinggi adalah musuh bagi pasar saham. Sebab, biaya ekspansi emiten menjadi lebih mahal sehingga dapat menggerus laba. Investor pun sulit berharap dividen tinggi.

Namun, pelaku pasar di New York kini sampai kepada pemahaman bahwa ada peluang The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Memang masih akan naik, tetapi tidak sampai, misalnya, 100 bp dalam sekali rapat.

Ini karena The Fed tentu mempertimbangkan faktor pertumbuhan ekonomi. Jika suku bunga naik terlampau tinggi, maka pertumbuhan ekonomi AS akan semakin terancam.

US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Paman Sam menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Pada kuartal I-2022, Produk Domestik Bruto (PDB) AS juga terkontraksi 1,6% (qtq).

Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi kuartalan dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. So, Negeri Adikuasa kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.

Namun, para analis mengatakan bahwa AS sejatinya tidak berada di zona resesi, meskipun PDB telah terkontraksi selama dua kuartal beruntun. Hal ini karena mereka menilai bahwa pertumbuhan pekerjaan di AS masih solid.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor