Ada Potensi Baru dari Aktivitas M&A 2022, Begini Trennya!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
28 July 2022 17:05
PwC indonesia (Dok. PwC indonesia)
Foto: PwC indonesia (Dok. PwC indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas merger dan akuisisi (M&A) global pada Semester I-2022 melambat dari posisi puncak tahun lalu dan kembali ke tingkat pra-pandemi atau sekitar 25.000 transaksi, sebut analisis PricewaterhouseCoopers (PwC) dalam laporan terbaru.

Meski demikian kantor akuntan publik big four tersebut menyebutkan ada peluang pertumbuhan baru yang bisa diperoleh dealmaker, yakni terkait valuasi yang lebih rendah untuk mencapai imbal hasil yang sehat. Hal ini terbukti dari transaksi publik-ke-swasta baru-baru ini yang meningkat lebih dari 50% pada 2022 dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa hambatan ekonomi, termasuk inflasi dan suku bunga tinggi, menghadang laju transaksi kesepakatan pada paruh pertama tahun ini. Hal tersebut diperkirakan dapat memainkan peran penting dalam strategi pertumbuhan perusahaan selama enam bulan berikutnya.

Terkait rekor tahun 2021, Brian Levy selaku Global Deals Industries Leader dan Partner di PwC AS menyebutkan sejumlah faktor pendorong utama, termasuk ketahanan rantai pasokan, pengoptimalan portofolio serta implementasi lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Selain itu Brian juga menambahkan bahwa yang terpenting adalah kebutuhan akan teknologi untuk mendigitalkan model bisnis. Ia juga beranggapan bahwa hal tersebut akan tetap berpengaruh terhadap kegiatan dealmaking pada Semester II 2022.

"Sekarang bukan waktunya untuk berpangku tangan tetapi untuk menilai kembali - bahkan mengatur ulang - strategi M&A," ungkap Brian dalam rilis pers PwC yang dikutip CNBC Indonesia (28/7).

Selanjutnya Michael Goenawan yang merupaka Advisory Leader PwC Indonesia menambahkan bahwa para dealmaker perlu berhati-hati dan menilai tantangan pasar. Adapun tantangan yang dimaksud adalah peningkatan inflasi dan suku bunga, gangguan rantai pasokan dan krisis energi, serta peningkatan biaya modal dan tekanan pada imbal hasil.

"Memetakan pengaturan ulang strategis prioritas dan pendekatan M&A akan menjadi sangat penting untuk membuka pertumbuhan di masa depan dan mengoptimalkan hasil investasi," ungkap Michael.

Tren M&A

PwC menyebut nilai kesepakatan pada Semester I 2022 sebesar sekitar US$ 2 triliun dan aktivitasnya menurun di semua kawasan utama, termasuk Asia Pasifik yang turun 30 baik dari volume maupun nilai transaksi.

Jumlah keseluruhan megadeal secara global (transaksi kesepakatan dengan nilai lebih dari US$ 5 miliar) turun sepertiganya. Namun, terdapat empat transaksi kesepakatan dengan nilai kesepakatan lebih dari US$ 50 miliar dibandingkan hanya satu pada paruh pertama tahun lalu.

Perusahaan ekuitas swasta (private equity/PE) kini menyumbang hampir 50 persen dari semua nilai kesepakatan, meningkat dua kali lipat dari kontribusi lima tahun lalu, seiring modal yang dikumpulkan untuk investasi mencapai rekor US$ 2,3 triliun.

Lebih dari sepertiga nilai kesepakatan pada semester pertama tahun ini diinvestasikan dalam teknologi, media, dan telekomunikasi (TMT) yang mencerminkan dampak besar dari transformasi digital.

PwC mengharapkan permintaan dari bidang teknologi akan menciptakan peluang M&A pada semester II tahun ini dalam perangkat lunak dan dalam teknologi yang mendukung infrastruktur, seperti 5G, pusat data, dan metaverse serta teknologi terkaitnya.

Selanjutnya adalah industri jasa keuangan (finansial service/FS) yang berkontribusi atas nyaris seperempat nilai kesepakatam. Kemampuan digital, dikombinasikan dengan tekanan berkelanjutan dari regulator dan disrupsi fintech, mengisyaratkan bahwa M&A akan terus menjadi pendorong transformasi.

Fokus yang berkelanjutan pada teknologi disebut PwC sebagai alasan meningkatnya permintaan untuk opsi investasi berkelanjutan, dan valuasi yang lebih rendah akan menjaga aktivitas M&A tetap tinggi selama semester kedua tahun ini.

Dari pasar konsumen, aktivitas M&A selama enam bulan ke depan akan terkait erat dengan bagaimana prospek ekonomi yang tidak pasti akan berdampak pada kepercayaan dan pengeluaran konsumen.

Perubahan preferensi konsumen akan terus menciptakan peluang untuk M&A, seiring perusahaan berusaha mengubah model bisnis dan memposisikan diri untuk pertumbuhan di masa depan.

Terkait manufaktur industri dan otomotif peluang M&A hadir dari fokus berkelanjutan pada teknologi dan digitalisasi model bisnis, investasi dalam rantai pasokan dan tenaga kerja

Aktivitas M&A sektor energi, utilitas, dan sumber daya akan dipengaruhi oleh percepatan transisi energi yang berkelanjutan dan fokus yang berkembang pada keamanan rantai pasokan mineral penting serta pasokan energi nasional.

Dari industri kesehatan, peluang M&A akan datang dari permintaan yang tinggi untuk biotek dan teknologi baru yang inovatif - seperti mRNA, terapi gen, dan kapabilitas telehealth.

Untuk mencapai tujuan pertumbuhan anorganik, perusahaan-perusahaan farmasi besar kemungkinan akan melakukan lebih banyak transaksi kecil untuk menghindari pengawasan ketat regulator dan kompleksitas yang dapat ditimbulkan oleh transaksi kesepakatan yang lebih besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Merger & Akuisisi Cetak Rekor Baru di 2021, Banyak Startup RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular