Lalu ada sektor teknologi yang meski mencatatkan penambahan kesepakatan terbanyak, namun nilainya turun 41% menjadi US$ 3,20 miliar. Penurunan tajam ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya aktivitas raksasa seperti merger Gojek dan Tokopedia yang terjadi tahun lalu. Beberapa M&A terbesar di sektor teknologi tahun ini ditopang oleh konsolidasi bisnis menara yang semakin marak.
Dari sektor energi, akuisisi atas saham Golden Energi Mines (GEMS) menjadi bahan bakar pertumbuhan nilai transaksi hingga 180% di sektor tersebut. Tahun ini terdapat dua perusahaan yang mengakuisisi GEMS dengan nilai fantastis.
Sementara itu jumlah transaksi jumbo tercatat banyak terjadi mulai pertengahan hingga akhir tahun ini, di mana transaksi yang terjadi sepanjang bulai Mei hingga November berkontribusi atas 76% total transaksi M&A di Indonesia tahun ini.
Beberapa di antara memang merupakan bagian dari pembicaraan yang telah lama berlangsung dan baru dilakukan finalisasi, sedangkan sejumlah lainnya turut membuat investor terkejut karena tidak didahului oleh rumor penjajakan.
Akhir tahun ini, meski Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuannya, aktivitas M&A masih cenderung ramai, dengan beberapa di antara akuisisi dan merger tersebut didanai oleh pinjaman baik itu berupa penerbitan obligasi maupun pinjaman sindikasi bank.
Meski dalam kondisi ekonomi yang cukup menantang, hal ini tidak menjadi penghambat bagi sejumlah emiten Tanah Air untuk melakukan akuisisi jumbo tahun ini.
Sepanjang tahun 2022, sejumlah perusahaan telah mengumumkan minat dan perjanjian pembelian. Sebagian telah merampungkan akuisisi dan beberapa masih dirumorkan dalam tahap penjajakan dalam menemukan pembeli yang tepat.
Denyut M&A terbaru di pasar keuangan domestik adalah proses pelepasan saham CVC Partners di Garudafood Putra Putri Jaya (GOOD) kepada investor asal Amerika Serikat, Hormel Foods.
Secara khusus aktivitas M&A yang dilakukan oleh emiten RI sebagai pihak yang melakukan akuisisi, tahun ini masih tercatat relatif ramai. Setidaknya terdapat 12 akuisisi jumbo yang dilakukan perusahaan publik Indonesia, baik itu target akuisisi berupa perusahaan domestik maupun asing.
Berikut secara rinci daftar akuisisi jumbo yang dilakukan oleh emiten Tanah Air sepanjang tahun 2022 ini.
Medco 'Tendang' Conocophilip Keluar dari RI
Meski telah ramai diisukan sejak akhir tahun lalu, transaksi akuisisi seluruh saham ConocoPhilips oleh Medco Energi Internasional (MEDC) baru resmi rampung awal tahun ini. Medco lewat anak perusahaannya diketahui mengakuisisi seluruh saham yang diterbitkan ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) dari Phillips International Investments Inc., yang merupakan anak perusahaan ConocoPhillips Company (COP). Adapun nilai transaksi atas akuisisi ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd bernilai sebesar US$ 1,35 miliar
Sementara itu sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) kelas dunia lainnya juga sudah menyatakan rencananya untuk keluar dari proyek hulu migas di Indonesia. Meski masih belum tahun kapan akan terealisasi, Chevron Indonesia Company (CICO) telah menyatakan akan keluar dari proyek gas laut dalam Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur. Lalu, Shell juga sejak tiga tahun lalu menyatakan akan keluar dari proyek gas raksasa Blok Masela di Maluku.
Grup Sinarmas Caplok Tambang Australia
Perusahaan energi milik grup Sinar Mas , PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), resmi menyelesaikan akuisisi tambang batu bara metalurgi di Australia.
Pada 12 Agustus 2022, DSSA melalui anak usahanya, mengambil alih 20% saham Stanmore SMC Pty Ltd (dahulu bernama BHP Mitsui Coal Pty Ltd) (SMC), perusahaan pertambangan batu bara metalurgi yang didirikan berdasarkan dan tunduk pada hukum Australia.
DSSA melalui entitas anak tidak langsung, yakni Stanmore Resources Limited ("Stanmore") dan Dampier Coal (Queensland) Proprietary Limited, telah menandatangani perjanjian dengan Mitsui & Co. Ltd, dan Mitsui & Co. (Australia) Ltd. terkait pengambilalihan saham tersebut.
Dengan pengambilalihan ini, Stanmore melalui entitas anak (Dampier) akan memiliki 100% saham SMC. Adapun nilai pengambilalihan saham tersebut sebesar US$ 380 juta.
Sebelum transaksi resmi rampung tengah tahun ini, DSSA sempat menerima fasilitas pinjaman berjangka dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA) di awal tahun. Pinjaman berjangka ini memiliki nilai pokok US$ 150 juta atau setara dengan Rp 2,14 triliun.
MDKA Ekspansi ke Tambang Nikel
Awal tahun ini PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) mengumumkan akuisisi saham yang diterbitkan perusahaan afiliasi yaitu PT Hamparan Logistik Nusantara (HLN) dan PT Provident Capital Indonesia (PCI) oleh PT Batutua Tambang Abadi (BTA) yang merupakan perusahaan terkendali MDKA sebesar 99% lebih.
Berdasarkan keterbukaan informasi perusahaan, dikutip Senin (28/3/2022), BTA dengan HLN dan PCI telah menyepakati perjanjian pengambilan bagian saham bersyarat yang berlaku efektif per 24 Maret 2022. Nilai transaksi saham antara ketiga perusahaan ini mencapai Rp 5,37 triliun.
Sebelumnya MDKA juga telah melakukan serangkaian aksi korporasi berupa akuisisi saham perusahaan tambang emas, yaitu PT Andalan Bersama Investama (ABI) dan PT Pani Bersama Jaya (PBJ). Penambahan saham di PBJ dihargai US$ 26 juta, sedangkan akuisisi 50,1% saham ABI senilai US$ 80,1 juta.
BIPI Caplok Saham Arutmin dan Tambang Australia
PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (BIPI), emiten investasi yang berfokus pada infrastruktur energi terintegrasi, pertengahan tahun ini mengumumkan akuisisi PTT Mining Ltd Hongkong (PTTML) senilai US$ 471 juta.
Aksi ini tidak terlepas dari reli gila-gilaan harga batu bara global acuan yang beberapa kali menembus rekor tertinggi tahun ini. PTTML sendiri saat ini memiliki beberapa konsesi tambang batu bara, antara lain di Brunei Darussalam, Madagaskar, dan tiga tambang batu bara di Kalimantan, Indonesia.
Selanjutnya perusahaan tersebut juga akan mengakuisisi 10% saham di PT Arutmin Indonesia, entitas batu bara milik Grup Bakrie PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang direncanakan rampung di semester pertama tahun depan.
ABMM Gempit Saham GEMS
Industri batu bara yang sangat menggiurkan ikut membuat kalap ABM Investama (ABMM). Melalui anak usahanya, ABMM membeli 30% saham emiten batu bara Grup Sinar Mas, PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) senilai US$ 420 juta.
ABMM bukan merupakan satu-satunya pembeli atas divestasi tambang batu bara milik Grup Sinarmas ini. GEMS juga dikabarkan akan kedatangan investor baru yakni perusahaan asal Singapura Duchess Avenue.
Duchess Avenue akan melakukan penawaran tender untuk mengakuisisi seluruh modal saham GEMS dari Golden Energy & Resources Ltd (GEAR) yang dimiliki oleh Dian Swastatika Sentosa DSSA. Total nilai transaksi mencapai Rp 59,49 triliun. Melansir Refinitiv, Duchess menawarkan pilihan Rp 9.495,795 uang tunai per saham atau total Rp 55.858 triliun dan setelah transaksi selesai GEAR akan delisting dari Bursa Efek Singapura.
Ekspansi Digital, BBNI dan ASII Caplok Bank Mini
Salah satu bank BUMN terbesar RI, Bank Negara Indonesia (BBNI), akhirnya ikut terjun langsung ke 'arena tinju' bank digital lewat akuisisi Bank Mayora yang memiliki modal inti mini.
Pada 18 Mei 2022 lalu, BBNI diketahui telah menyelesaikan pengambilalihan atas PT Bank Mayora melalui penyetoran dana atas saham baru yang diterbitkan Bank Mayora dan pembelian saham lama milik International Finance Corporation (IFC).
Dengan dilaksanakannya pengambilalihan Bank Mayora, BNI kini memegang 1.198.229.838 saham Bank Mayora, yang mewakili 63,92% dari total saham yang ditempatkan dan disetor dalam Bank Mayora. Adapun nilai transaksinya diketahui mencapai Rp 3,5 triliun.
Sementara itu salah satu emiten raksasa RI lainnya yakni Astra Internasional juga kian aktif melebarkan sayap di industri digital, salah satunya lewat akuisisi Bank Jasa Jakarta yang juga memiliki modal inti mini.
Akuisisi ini dilakukan oleh anak usahanya Sedaya Multi Investama (Astra Financial) yang kini telah menguasai 49,56% saham Bank Jasa Jakarta dengan total nilai transaksi mencapai Rp 3,88 triliun.
Grup Salim Caplok Tol MBZ
Emiten yang terafiliasi dengan Grup Salim, Nusantara Infrastructure (META) dijadwalkan akan segera menyelesaikan proses akuisisi Jalan Layang Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ). Pembelian ini dilakukan melalui anak usaha, yakni Margautama Nusantara, dengan mencaplok 2,26 juta saham Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) yang merupakan anak usaha PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Dalam proses akuisisi ini, META perlu menyiapkan dana setidaknya Rp 4,38 triliun untuk melancarkan niatannya tersebut. Adapun terkait pembayaran, perusahaan telah menyebut pelunasan akan dilakukan secara bertahap.
Akuisisi ini merupakan kelanjutan dari langkah Metro Pacific Tollways Corporation (MPTC) yang menandatangani sale purchase agreement (SPA) atas pembelian 40% konsesi Tol MBZ pada akhir Juni lalu
Grup Agung Sedayu Akuisisi Perusahaan Properti
Emiten produsen kemasan kaleng yang tahun lalu diakuisisi Grup Agung Sedayu, Pratama Abadi Nusa Industri (PANI), selangkah lagi akan resmi banting setir ke sektor properti.
Hal ini dikarenakan perusahaan yang diharapkan akan segera mengakuisisi sejumlah perusahaan properti pasca rampungnya aksi korporasi penambahan modal. Awal Agustus lalu, PANI mengumumkan gelaran rights issue dengan nilai yang cukup fantastis atau mencapai Rp 6,56 triliun.
Dana hasil rights issue, setelah dikurangi biaya emisi, disebut akan digunakan untuk penyertaan saham baru yang akan dikeluarkan oleh PT Bangun Kosambi Sukses (BKS). Setelahnya, giliran BKS yang melakukan investasi dan pengembangan bisnis dengan penyertaan saham baru yang dikeluarkan oleh Mega Andalan Sukses (MAS) dan Cahaya Gemilang Indah Cemerlang (CGIC).
Sebagai catatan, ketiganya merupakan anak usaha Agung Sedayu Group secara langsung melalui PT Multi Artha Pratama (MAP) dengan porsi kepemilikan saham di masing-masing perusahaan 50%, sebelum rights issue dilaksanakan.
Konsolidasi Bisnis Menara dan Telekomunikasi
Tahun ini, industri telekomunikasi dengan fokus bisnis di sektor menara ramai melakukan konsolidasi bisnis lewat sejumlah akuisisi dengan nilai fantastis.
Pertama ada Centratama Telekomunikasi Indonesia (CENT) beserta anak usahanya, PT Centratama Menara Indonesia (CMI), yang menyelesaikan transaksi pembelian saham dan penambahan modal PT EPID Menara AssetCo senilai total Rp 5,01 triliun. Pasca akuisisi, perusahaan dan anak usaha kini memiliki lebih dari 8.000 situs menara telekomunikasi.
Kemudian ada Grup Axiata yang mengakuisisi mayoritas saham di emiten telekomunikasi Link Net (LINK). Axiata Group Berhad (Axiata) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) menyelesaikan akuisisi bersama atas 66,03% saham PT Link Net Tbk (LINK) dengan harga sekitar RM 2,63 miliar atau Rp 8,72 triliun dari Grup Lippo.
Pasca penyelesaian akuisisi, Axiata Investments (Indonesia) Sdn Bhd (AII), anak perusahaan yang secara tidak langsung dimiliki Axiata, dan XL Axiata memegang masing-masing sebesar 46,03% dan 20,00%.
Kemudian ada Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) atau Mitratel yang mengambil alih kepemilikan menara telekomunikasi milik Telkomsel sebanyak 6.000 unit. Akuisisi ini merupakan upaya Grup Telkom untuk memberikan garis demarkasi jelas akan bisnis anak usaha sembari membuat Mitratel semakin kompetitif dan meningkatkan value creation bagi stakeholder.
Nilai transaksi atas akuisisi tersebut mencapai Rp 10,28 triliun. Saat ini, secara keseluruhan total menara telekomunikasi Telkomsel yang telah beralih kepemilikan ke Mitratel mencapai 16.050 unit.
Bagi Mitratel pengalihan menara telekomunikasi tersebut dapat menjadi modal utama untuk market expansion dan mendukung akselerasi implementasi jaringan 5G di Indonesia. Sementara bagi Telkomsel, divestasi ini diharapkan dapat semakin memantapkan upaya transformasi perusahaan melalui pengembangan portofolio perusahaan di bisnis digital secara lebih konsisten.
TIM RISET CNBC INDONESIA