RBA Diramal Kerek Bunga 75 Bps Juga, Dolar Australia Ngegas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 July 2022 12:40
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesa/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesa/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) diprediksi akan mengerek suku bunga acuannya lebih agresif lagi di bulan depan, membuat mata uang dolar Australia kembali menguat melawan rupiah.

Pada perdagangan Selasa (26/7/2022), pukul 10:33 WIB dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.471/AU$, melesat 0,43% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Besok Australia akan merilis data inflasi. Berbeda dengan mayoritas negara lainnya, Biro Statistik Australia merilis data inflasi per kuartal. Konsensus yang dihimpun Trading Economics menunjukkan inflasi diperkirakan tumbuh 1,8% pada kuartal II-2022 dari kuartal I-2022. Sementara jika dibandingkan kuartal II-2021, inflasi diprediksi melesat 6,2%, dibandingkan tiga bulan sebelumnya 5,1%.

Inflasi inti juga diprediksi tumbuh 4,2% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari kuartal I-2022 yang tumbuh 3,2% (yoy). Sementara dari kuartal sebelumnya diperkirakan tumbuh 1,5%.

Tingginya inflasi tersebut membuat RBA diperkirakan akan mengerek suku bunga 75 basis poin (bps) di bulan Agustus. Kenaikan tersebut akan sama besarnya dengan yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) bulan lalu.

"Inflasi sangat tinggi, inflasi inti katakanlah sebesar 1,7% atau lebih tinggi, akan mendorong ekspektasi pasar akan kenaikan 75 basis poin di bulan Agustus, dan membuat dolar Australia menguat melawan melawan mayoritas mata uang," kata Joseph Capurso, kepada ekonom international di Commonwealth Bank of Australia, sebagaimana dilansir Reuters.

Meski demikian, Capurso melihat penguatan dolar Australia juga akan terbatas akibat isu resesi global.

Analis lain, memprediksi Australia menjadi salah satu negara yang diprediksi akan mengalami resesi akibat inflasi yang tinggi serta kenaikan suku bunga yang agresif.

Ketika suku bunga naik, maka dunia usaha akan menahan ekspansinya akibat suku bunga kredit yang naik lebih tinggi, begitu juga dengan masyarakat yang menunda konsumsi. Hal ini akan berdampak pada pelambatan ekonomi, hingga resesi.

Diana Mousina, ekonom senior di AMP Australia juga menyebut kenaikan suku bunga akan berdampak pada harga perumahan, belanja konsumen dan investasi perumahan yang bisa menekan tingkat keyakinan konsumen.

Sementara inflasi yang tinggi akan membuat daya beli masyarakat tergerus. Alhasil risiko resesi semakin membesar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular