Rupiah Ngamuk! Makin Dekat Dengan Rp 14.900/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 July 2022 09:04
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Selasa (26/7/2022). Dengan demikian, rupiah kini berpeluang mencatat penguatan 3 hari beruntun.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 0,43% ke Rp 14.930/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Penguatan rupiah kemudian sedikit terpangkas, berada di Rp 19:940/US$ atau menguat 0,37% pada pukul 9:03 WIB.

Rupiah sudah terindikasi akan menguat melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.

Periode

Kurs Senin (25/7) pukul 15:17 WIB

Kurs Selasa (26/7) pukul 8:56 WIB

1 Pekan

Rp14.971,5

Rp14.932,5

1 Bulan

Rp15.005,0

Rp14.953,0

2 Bulan

Rp15.037,5

Rp14.980,0

3 Bulan

Rp15.073,0

Rp15.011,0

6 Bulan

Rp15.165,0

Rp15.076,0

9 Bulan

Rp15.240,0

Rp15.148,0

1 Tahun

Rp15.291,1

Rp15.291,0

2 Tahun

Rp15.796,1

Rp15.786,4

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Indeks dolar AS yang terus merosot membuat rupiah mampu menguat.

Pagi ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini turun 0,1% ke 106,37. Dibandingkan level tertinggi dua dekade 109,29 yang dicapai pada Kamis (14/7/2022) lalu, penurunannya tercatat sekitar 2,6%.

Indeks dolar AS terus menurun padahal The Fed (bank sentral AS) akan kembali menaikkan suku bunga di pekan ini.

Beberapa indikator perekonomian Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan ekonomi. Pasar pun melihat Negeri Paman Sam semakin dekat dengan resesi, sebab inflasi masih terus menanjak.

Klaim tunjangan pengangguran mingguan AS yang dirilis pekan lalu naik ke level tertinggi dalam 8 bulan terakhir.

Sementara itu aktivitas bisnis mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam 2 tahun terakhir.

S&P Global pada Jumat (22/7/2022) melaporkan rilis awal purchasing managers' index (CPI) komposit Juli turun menjadi 47,5 dari sebelumnya 52,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Aktivitas bisnis terdiri dari dua sektor, manufaktur dan jasa. Sektor manufaktur masih berekspansi sebesar 52,3, menurun dari sebelumnya 52,7 Sementara sektor jasa merosot hingga menjadi 47, dari sebelumnya 52,7.

"Rilis awal PMI Juli menunjukkan kemerosotan yang mengkhawatirkan. Jika tidak memasukkan periode lockdown akibat pandemi Covid-19, output mengalami penurunan yang paling tajam sejak 2009, saat krisis finansial global," kata Chris Williamson, S&P Global Chief Business Economist, sebagaimana dilansir Reuters Sabtu, (25/7/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular