
Nyaris Sentuh Rp 10.500, Dolar Australia Balik Merosot

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia pada Jumat pekan lalu menguat hingga nyaris menyentuh Rp 10.500/AU$, dan berada di level tertinggi dalam 7 pekan terakhir. Namun, penguatan gagal dipertahankan, mata uang Negeri Kanguru ini justru berbalik melemah tipis dan berlanjut merosot pada hari ini.
Pada perdagangan Senin (25/7/2022) pukul 11:52 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.350/AU$, melemah 0,46% di pasar spot, melansir data Refinitiv
Kebijakan Bank Indonesia (BI) masih mempengaruhi perdagangan mata uang hari ini. BI pada pekan lalu masih mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5%.
Tetapi BI juga menempuh langkah-langkah untuk menyerap likuiditas, hal ini membuat rupiah cukup kuat. Salah satunya penjualan surat berharga negara (SBN)
"Penjualan SBN dilakukan dalam rangka pengelolaan operasi moneter tapi juga mendorong yield SBN di pasar sekunder itu bergerak naik," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers pekan lalu.
Diketahui dalam dua tahun terakhir, BI cukup gencar melakukan pembelian SBN. Terutama saat dilepas oleh investor ketika pasar keuangan guncang akibat pandemi covid-19 pada 2020 silam. Hal ini mendorong berlimpahnya likuiditas di pasar.
Untuk APBN 2020 SBN yang diserap berjumlah Rp473,42 triliun. Terdiri dari pembelian SBN dari pasar perdana (SKB I) sebesar Rp75,86 triliun dan pembelian SBN secara langsung dalam rangka burden sharing (SKB II) sebesar Rp397,56 triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga membeli SBN dari pasar sekunder sebesar Rp166,20 triliun dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pasar SBN.
Pada APBN 2021 berjumlah mencapai Rp358,32 triliun, terdiri dari Rp67,87 triliun melalui lelang utama, Rp75,46 triliun melalui lelang tambahan (GSO), serta 215 triliun melalui private placement. Selain itu, Bank Indonesia juga membeli SBN dari pasar sekunder sebesar Rp8,62 triliun dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pasar SBN.
Pembelian SBN di pasar perdana untuk APBN 2022 (per 28 Juni 2022) mencapai Rp32,78 triliun, terdiri dari Rp13,81 triliun melalui lelang utama, Rp6,96 triliun melalui lelang tambahan (GSO), serta Rp12,01 triliun melalui private placement. Bank Indonesia juga berkomitmen untuk pembelian SBN berdasarkan SKB III sebesar Rp224 triliun untuk pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan dalam APBN 2022.
Likuiditas yang melimpah itu kini dianggap sudah berlebihan. Sehingga BI mulai melakukan normalisasi mengarah ke pengetatan kebijakan moneter dengan melakukan penjualan SBN untuk menarik likuiditas.
Mengenai jumlah penjualan, BI akan melihat kondisi pasar.
"Jumlah penjualan dalam implementasinya akan selalu memerhatikan dinamika pasar dan pertimbangan-pertimbangan dari sisi kebijakan," terangnya.
David Sumual, Ekonom PT Bank BCA Tbk kepada CNBC Indonesia menuturkan bahwa langkah BI sebenarnya tidak jauh berbeda dari Amerika Serikat (AS). Hanya AS ambil langkah lebih cepat karena lonjakan inflasi yang amat mengkhawatirkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
