Emas Dunia Melejit 1,15% Pekan Ini, Tapi Awas Bisa Turun Lagi

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Sabtu, 23/07/2022 10:20 WIB
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat tajam di sepanjang pekan ini. Tidak heran, karena dolar Amerika Serikat (AS) sedang melemah di pasar spot, sehingga harga emas dunia kembali bergairah.

Melansir Refinitiv, harga emas dunia di pasar spot pada Jumat (22/7) ditutup di US$ 1.726,46/troy ons. Naik 0,46% dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya.

Dengan begitu, harga emas naik cukup tajam 1,15% sepanjang pekan ini. Namun, harga emas masih drop 5,27% dalam sebulan dan ambles 4,16% dalam setahun.


Sepanjang pekan ini, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan si greenback terhadap 6 mata uang dunia lainnya telah terkoreksi tajam 1,2%. Sejatinya terkoreksinya dolar AS merupakan katalis positif bagi harga emas.

Namun, Kepala Startegi FX CIBC Capital Markets Toronto Bipan Rai mengatakan bahwa pelemahan dolar AS hanya sementara karena ekonomi AS agak melambat, tapi pelemahan ekonomi juga terjadi di kawasan lain yang mencerminkan kondisi keuangan yang ketat, sehingga potensi permintaan akan dolar AS masih akan tinggi di kemudian hari.

Edward Meir, Analis Capital Markets mengatakan bahwa penguatan pada harga emas hanya sementara.

"Emas dalam tren pelemahan. Penguatan yang sempat terjadi kemarin hanya terjadi jangka pendek. Pada kenyataannya, emas akan tetap melemah karena ekspektasi inflasi melemah," tutur Meir, kepada Reuters.

Emas dinilai sebagai aset lindung inflasi sehingga dicari saat inflasi melonjak. Namun, status sebagai aset lindung teredam oleh kencangnya kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Kenaikan suku bunga akan membuat si greenback tetap menguat di pasar spot, sehingga emas makin mahal dan menjadi kurang menarik bagi investor.

Pada 26-27 Juli waktu setempat, The Fed dijadwalkan akan mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan kebijakan moneternya.

Namun, pasar telah memprediksikan bahwa The Fed akan kembali agresif untuk menaikkan suku bunga acuannya hingga 75-100 basis poin (bps) untuk meredam inflasi yang kian melonjak ke 9,1% dan menjadi yang tertinggi sejak 4 dekade.

"Pasar tengah menunggu seberapa hawkish kebijakan The Fed ke depan. Jika The Fed masih melihat perlunya meredam inflasi dengan kenaikan suku bunga maka kebijakan tersebut akan sangat bearish buat emas. Emas akan tertekan," imbuh Meir.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel, Saham Emas Kembali Jadi Incaran Pasar