Abis Naik-Turun Bak Roller Coaster, IHSG Menguat Tipis

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
18 July 2022 15:36
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis pada perdagangan Senin (18/7/2022) awal pekan ini. Penguatan ini terjadi di tengah bayang-bayang isu resesi yang lagi-lagi membuat indeks saham Tanah Air bergerak volatil belakangan. Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup naik 0,11% ke posisi 6.659,253.

Pada awal perdagangan sesi I hari ini, IHSG dibuka menguat tipis ke level 6.659,118. Sekitar pukul 10:00 WIB, IHSG sempat menyentuh zona merah tipis, tetapi kembali berbalik arah ke zona hijau setelah beberapa menit.

Namun di penutupan perdagangan sesi I, IHSG berada di bawah sedikit pembukaannya. Pada perdagangan sesi II, IHSG langsung terkoreksi hingga menyentuh level terendah intraday-nya di 6.611,926. Tetapi di detik-detik terakhir, IHSG akhirnya berhasil ditutup di zona hijau.

Nilai transaksi indeks pada hari ini hanya mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 16 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 254 saham menguat, 245 saham melemah, dan 183 saham stagnan.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kembali menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya hari ini, yakni mencapai Rp 556,6 miliar. Sedangkan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 554,9 miliar dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 426,5 miliar.

Dari pergerakan sahamnya, BBRI ditutup menguat 0,73% ke Rp 4.140/unit, sedangkan saham BMRI melonjak 2,44% ke Rp 7.350/unit, dan saham BBCA berakhir melesat 2,14% ke Rp 7.150/unit.

Sentimen pergerakan IHSG masih terkait ancaman resesi global yang turut menyelimuti pasar keuangan Tanah Air. Bursa saham Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu masih lesu. Inflasi yang makin memanas juga membuat uang investor di aset berisiko bisa "kebakaran".

Di lain sisi pada Selasa besok, Uni Eropa akan mengumumkan inflasi finalnya untuk Juni. Menurut survei analis Reuters, inflasi zona Eropa akan mencapai 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah.

Tingginya inflasi di zona Eropa didorong oleh harga energi yang melambung. Penyebabnya adalah aliran energi dari Rusia distop sebagai sanksi terhadap Rusia yang menyerang Ukraina. Masalahnya Rusia adalah pemasok energi terbesar di Uni Eropa, sehingga pasokan pun semakin langka.

Hal ini kemudian membuat Bank Uni Eropa (Europe Central Bank/ECB) diperkirakan akan menaikkan suku bunganya dari semula 0% menjadi 0,25% pada pertemuan 21 Juli nanti yang menandakan sudah mengakhiri era suku bunga rendah.

Kemudian investor juga patut mencermati rilis data klaim pengangguran AS pada pekan yang berakhir 16 Juli yang diperkirakan sebesar 240.000. Jumlah tersebut lebih rendah dari pekan sebelumnya sebesar 244.000.

Hal tersebut akan jadi pijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk memuluskan langkah dalam menaikkan suku bunga dengan agresif karena tingkat pengangguran yang masih terjaga rendah.

Dinamika ekspektasi investor terhadap kebijakan kenaikan suku bunga The Fed masih akan membayangi pasar saham Indonesia pekan ini.

Sementara dari dalam negeri, perhatian utama investor tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis mendatang.

Pasar tentunya akan melihat apakah BI masih akan mempertahankan suku bunganya di rekor terendah 3,5%. Jika masih dipertahankan, maka selisih suku bunga dengan The Fed akan semakin menyempit, ada risiko capital outflow yang terjadi di pasar obligasi akan semakin besar.

Sementara jika dinaikkan, maka akan meningkatkan daya tarik obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) dan mendongkrak nilai tukar rupiah. Tetapi, risikonya laju pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Kenaikan suku bunga acuan dapat menjadi sentimen negatif bagi pasar. Sebab kenaikan suku bunga acuan dapat menghambat laju ekspansi perusahaan karena suku bunga kredit pun juga ikut naik sehingga beban utang makin tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular