
Dolar Kian Perkasa, Kok Mata Uang Angola & Rusia Masih Kuat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai mata uang Negeri Paman Sam saat ini berada di posisi terkuat dalam nyaris 20 tahun. Dolar Amerika Serikat (AS) tahun ini mampu melemahkan nyaris seluruh mata uang dunia dan membuat suram prospek ekonomi global.
Dolar AS merupakan pelumas ekonomi global. Hal ini karena dari sekitar US$ 6,6 triliun transaksi harian valuta asing tahun 2019, 90% di antaranya menggunakan dolar AS, dari mulai transaksi kartu kredit hingga perusahaan yang melakukan pembayaran ekspor impor. Sebagai mata uang paling penting di dunia, dolar sering menguat ketika terjadi gejolak, karena investor menganggapnya relatif aman dan stabil. Dolar telah menguat dalam beberapa bulan terakhir akibat melonjaknya inflasi, suku bunga meningkat dan kekhawatiran akan terjadinya resesi.
Cara utama untuk mengukur kekuatan dolar adalah dengan membuat indeks terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama AS seperti Jepang dan zona euro. Dengan ukuran tersebut, dolar berada pada level tertinggi 20 tahun, setelah naik lebih dari 10% tahun ini, sebuah lompatan besar untuk indeks yang biasanya cuma bergerak pelan bagai.
Dalam seminggu terakhir, yen merosot ke level terendah 24 tahun terhadap dolar dan euro ambles ke nilai tukar setara dengan dolar untuk pertama kalinya sejak 2002. Mayoritas mata uang lainnya, termasuk rupiah juga mengalami nasib yang serupa, terutama selama enam bulan terakhir.
Ketika para pejabat sentral di seluruh dunia berusaha menjinakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga, Federal Reserve bergerak lebih cepat dan lebih agresif daripada kebanyakan bank sentral lain. Akibatnya, suku bunga sekarang jauh lebih tinggi di Amerika Serikat daripada di banyak ekonomi besar lain, memikat investor yang tertarik dengan pengembalian yang lebih tinggi bahkan pada investasi yang relatif konservatif seperti obligasi Treasury. Karena uang mengalir deras masuk ke AS, nilai dolar semakin meningkat.
Para analis menyebut penguatan ini dipicu oleh status dolar sebagai tempat berlindung (safe haven) di saat kondisi ekonomi memburuk dan gejolak pasar saham yang masih belum kunjung usai. Analis juga beranggapan bahwa penguatan terjadi karena harga energi yang tinggi memukul ekonomi importir, termasuk sebagian besar Eropa, lebih keras daripada Amerika Serikat, yang kurang bergantung pada pembelian minyak dan gas dari luar negeri.
Banyak perusahaan dan pemerintah di luar negeri meminjam uang dalam bentuk dolar AS, dan penguatan dolar adalah masalah besar. Hal ini terutama berlaku untuk negara-negara miskin yang tertarik pada utang berdenominasi dolar sebagai alternatif pembiayaan. Pusingnya banyak negara akibat penguatan dolar telah dikemukakan John B. Connally, mantan menteri keuangan era Presiden Richard Nixon yang menyebut "dolar adalah mata uang [AS], tetapi itu masalah [negara lain]."
Adapun yang paling terpengaruh adalah negara-negara di mana utang dolar mewakili sebagian besar produk domestik bruto. Membayar bunga kepada kreditur dalam dolar telah menjadi sangat sulit bagi banyak negara yang mata uangnya telah terdepresiasi secara cepat seperti Argentina dan Turki, terutama karena bunga pada setiap utang baru juga akan ikut naik. Dalam beberapa kasus, termasuk untuk Sri Lanka, kondisi ini semakin mempercepat gagal bayar (default).
Meski demikian, masih terdapat sejumlah mata uang yang malah menguat melawan dolar tahun ini. Kenaikan harga energi dan pangan, yang dipercepat setelah invasi Rusia ke Ukraina, telah menjadi keuntungan bagi mata uang negara-negara seperti Angola, produsen minyak utama; Uruguay, pengekspor makanan utama; dan Brasil, yang menjual banyak komoditas energi dan pertanian.
Secara mengejutkan mata uang Rusia rubel kuat melawan dolar AS, dan mampu menjadi mata uang berkinerja terbaik terhadap dolar tahun ini. Kinerja fantastis ini dibukukan meskipun rubel sempat ambles dalam kala awal invasi ke Ukraina yang kemudian diselamatkan Rusia dengan menaikkan suku bunga hingga ke level 20% secara instan. Selain itu Harga minyak dan gas yang tinggi, serta kontrol modal yang diberlakukan oleh Rusia untuk menyimpan uang di dalam negeri, ikut menopang nilai tukar.
Apakah penguatan dolar dapat dihentikan? Melihat kondisi ekonomi AS terlihat semakin goyah, Eropa menghadapi krisis energi, Jepang menolak menaikkan suku bunga, kebijakan penguncian Covid-19 China mempersulit rantai pasok serta negara lain di dunia yang semakin tertatih-tatih melawan inflasi tinggi, permintaan dolar terlihat masih kuat. Meskipun masih belum jelas seberapa lama dapat bertahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kebijakan Bank Sentral Buat Rubel Keok Melawan Dolar AS
