Rupee India Jeblok ke Rekor Terlemah, Apa Untungnya Bagi RI?

Maesaroh, CNBC Indonesia
13 July 2022 13:45
Mata uang Rupee India.
Foto: Mata uang Rupee India. (REUTERS / Thomas White / Illustration / File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupee India jatuh ke rekor terendahnya sepanjang sejarah. Rupee jatuh karena derasnya arus modal keluar (outflow) dan penguatan dollar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refnitiv, pada Rabu pagi ini (13/7/2022), rupee ada di posisi 79,49/US$1, turun lebih dalam dibandingkan penutupan hari sebelumnya di posisi 79, 45/US$1.

Rupee India terus tertekan setelah investor asing terus menarik portfolio investasi mereka dari pasar keuangan Negara Bollywood. Sepanjang Juli saja, capital outflow telah menembus US$ 543,94 juta sementara sepanjang tahun 2022 menembus US$ 30,3 miliar.

Outflow diperkirakan belum akan berhenti dalam waktu dekat. Bank sentral India (RBI) memperkirakan ouflow di pasar keuangan India bisa menembus US$ 100,6 miliar per tahun atau 3,2% dari PDB.

Derasnya outflow dipicu oleh terus membengkaknya defisit neraca perdagangan serta perkiraan melebarnya defisit transaksi berjalan India.

Modal asing juga keluar karena mereka memilih berinvestasi di dollar AS menyusul ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed.



Neraca perdagangan India membukukan defisit sebesar US$ 25,63 miliar pada Juni tahun ini, meningkat dibandingkan Mei 2022 yang tercatat US$ 24,29 miliar. Pada Januari-Mei 2022, defisit neraca perdagangan India menembus US$ 70,25 miliar.

Besarnya defisit dipicu oleh tingginya nilai impor sejumlah komoditas mulai dari minyak mentah hingga minyak nabati.
Defisit neraca perdagangan yang semakin membesar tersebut diperkirakan akan membuat defisit transaksi berjalan semakin lebar menjadi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun fiskal 2022/2023.

Defisit transaksi berjalan India melebar menjadi US$ 13,4 miliar atau 1,5% dari PDB pada kuartal I tahun 2022.



Pelemahan rupee tersebut membuat cadangan devisa (cadev) Negara Bollywood terkuras demi menjaga stabilitas nilai tukar. Cadev India tercatat US$ 588,3 miliar per 1 Juli 2022. Jumlah tersebut adalah yang terendah dalam 14 bulan terakhir.

Cadev tersebut juga jauh di bawah cadev per 25 Februari 2022 atau sehari setelah perang Rusia-Ukraina meletus. Pada periode tersebut, cadev India masih tercatat US$ 632,95 miliar. Artinya, cadev India sudah terkuras US$ 44,65 miliar sejak perang meletus.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ekspor Impor India Diminta Menggunakan Rupee

Bank sentral India pada Rabu pekan lalu mengumumkan sejumlah kebijakan untuk membawa rupee kembali menguat.

Salah satunya adalah dengan mengizinkan investor asing membeli surat utang perusahaan jangka pendek. RBI juga memperbolehkan pengusaha India untuk melakukan transaksi ekspor impor dengan menggunakan rupee.

Saat ini, 60% transaksi perdagangan India menggunakan dollar AS dan hanya 5-10% yang menggunakan mata uang lain.

"Kebijakan ini akan mengurangi tekanan pada rupee dalam jangka pendel. Namun, defisit neraca perdagangan yang melebar dan outflow membuat rupee tertekan," tutur Sachchidanand Shukla, kepala ekonom Mahindra Group, seperti dikutip dari Reuters.

Shukla memperkirakan kebijakan RBI tidak akan langsung berdampak terhadap penguatan rupee. Namun, kebijakan tersebut akan bermanfaat dalam jangka panjang. Dia memperkirakan rupee masih bergerak melemah di kisaran rekor terendahnya dalam tiga bulan ini.

Dalam aturan RBI, dijelaskan jika ekspotir atau importir yang akan menggunakan rupee sebagai alat pembayaran harus meminta persetujuan dari departemen moneter RBI. Mereka akan menggunakan rekening Special Vostro. Rekening tersebut akan dihubungkan kepada bank penerima dari rekan perdagangan mereka. Bank akan melakukan pembayaran dalam rupee.

Mekanisme ini memungkinkan eksportir India untuk menerima pembayaran di muka dari transaksi ekspor mereka dalam mata uang rupee.

Rahul Bajoria, ekonom dari Barclays, mengatakan kebijakan RBI diharapkan bisa mempermudah ekspor impor India dengan sejumlah negara Asia serta Rusia. Terlebih, sejumlah negara juga tengah kesulitan dalam melakukan pembayaran dalam mata uang dollar AS seperi Rusia, beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin.

 "Kebijakan ini sangat berguna bagi negara tetangga India karena negara-negara tersebut bisa memakai rupee sebagai basis transaksi untuk settlement mereka," tutur Rahul, dikutip dari Times of India.

Indonesia dan India sendiri belum memiliki kerangka kerja sama transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS). Kerja sama LCS saat ini hanya dilakukan dengan Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.

Namun, Bank Indonesia tengah menjajaki kemungkinan LCS dengan India mengingat Negara Bollywood adalah salah satu mitra terbesar perdagangan Indonesia. Pada Februari lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan sudah meminat BI untuk menjajaki LCS dengan India untuk mempermudah transaksi dan mengurangi penggunaan dollar AS.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), India adalah pasar terbesar ekspor Indonesia setelah China, Amerika Serikat, dan Jepang.

Nilai ekspor Indonesia ke India pada Januari-Mei tahun ini menembus US$ 8,9 miliar, naik 81.12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, impor mencapai US$ 4,30 miliar sehingga neraca perdagangan membukukan defisit sebesar US$ 4,6 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular