
Pertama Sejak Mei, Rupiah Menguat 2 Hari Beruntun!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (11/7/2022). Penguatan beruntun ini menjadi yang pertama sejak 30 Mei lalu.
Melansur data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,03% ke Rp 14.980/US$. Setelahnya, rupiah langsung menguat hingga sempat menyentuh Rp 14.943/US$, menguat 0,21%.
Sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat, di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.970/US$, menguat 0,03% saja di pasar spot.
Kabar baik datang dari dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini melaporkan inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Kelompok volatile menjadi pemicu kenaikan inflasi yang tinggi tersebut. Kenaikan harga kelompok volatile menembus 2,51% (mtm) dan 10,07% (yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir. Jika dilihat lagi inflasi volatile meroket di item bahan makanan yang mencapai 2,3% (mtm) dan 9,57% (yoy).
Meski inflasi tinggi, apalagi harga pangan, ternyata konsumen masih optimistis, terlihat dari laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK pada Juni 2022 berada di 128,2, sedikit menurun dibandingkan sebelumnya yakni 128,9 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
IKK yang masih tinggi membuat outlook perekonomian masih bagus. Sebab, semakin tinggi IKK, konsumen cenderung akan semakin banyak belanja yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya.
Belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022.
Selain itu BI hari ini mengumumkan hasil Survei Penjualan Eceran. Pada Mei 2022, penjualan eceran yang diukur dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di 234,1.
Secara bulanan (mtm), penjualan ritel memang terkontraksi atau tumbuh negatif 2,1% karena berakhirnya musim Ramadan-Idul Fitri. Namun secara tahunan (yoy), tumbuh positif 2,9%. Untuk Juni, BI memperkirakan IPR di 229,1. Masin turun 2,1% mtm, tetapi melesat 15,4% yoy.
Sementara itu data yang dirilis dari Amerika Serikat Jumat pekan lalu menunjukkan pasar tenaga kerja yang masih kuat. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni perekonomian mampu menyerap 372.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), jauh lebih tinggi dari estimasi Dow Jones sebesar 250.000 tenaga kerja.
Sementara itu tingkat pengangguran tetap 3,6%, dan rata-rata upah per jam naik 5,2% year-on-year (yoy), juga lebih tinggi dari estimasi Dow Jones 5% (yoy).
Dengan kuatnya pasar tenaga kerja, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan kembali mengerek suku bunga 75 basis poin di bulan ini.
"Kenaikan rata-rata upah memberikan arti The Fed akan semakin agresif dalam beberapa bulan ke depan," kata Andrew Hunter, ekonom senior di Capital Economics, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (8/7/2022).
Selain itu, dengan pasar tenaga kerja yang kuat, perekonomian AS diperkirakan tidak akan mengalami resesi di pertengahan 2022, meski di kuartal I-2022 produk domestik bruto (PDB) berkontraksi 1,6%.
"Data tenaga kerja bulan Juni sangat kuat, bahkan lebih kuat dari perkiraan. Pertumbuhan tenaga kerja di atas konsensus, tingkat pengangguran masih dekat rekor terendah beberapa dekade, dan kenaikan upah solid. Ini data tenaga kerja yang sangat kuat dan menunjukkan perekonomian AS tidak mendekati resesi di pertengahan 2022," kata Gus Faucher, kepala ekonom di PNC Financial Services Group, sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Besar Indonesia Sudah Jual Dolar Di Atas Rp 15.000