Hati-hati Krisis Sub-Prime Mortgage, Bu Sri Mulyani...

Tim Riset, CNBC Indonesia
Jumat, 08/07/2022 12:54 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (Tangkapan layar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan keresahannya terkait kemampuan masyarakat Indonesia yang diprediksi akan semakin sulit memiliki rumah di tengah tren kenaikan suku bunga. Demi mengatasi hal tersebut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia mengatakan perlu dilakukan terobosan untuk mempermudah pembelian rumah. Salah satunya adalah dengan melakukan sekuritisasi terhadap cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Sekuritisasi tersebut kemudian dijadikan underlying asset atau dasar transaksi dalam penerbitan surat berharga yang dijualbelikan dalam pasar sekunder.

Dalam keterangan Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mencontohkan bagaimana aset KPR bisa dijadikan underlying asset untuk penerbitan surat berharga yang kemudian dijual di pasar sekunder disebut Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).


Dia menambahkan investor kemudian bisa menimbang risiko terkait serta rate of return dan menciptakan likuiditas baru bagi penerbit EBA-SP.

Efek Beragun Aset (EBA) sebenarnya telah diperkenalkan sebelumnya dan pertama kali dilakukan oleh Bank BTN sejak tahun 2009 yang kala itu menjual aset KPR kepada Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) yang dikelola oleh Danareksa sebagai manajer investasi dan Bank Rakyat Indonesia senilai Rp 100 miliar.

EBA dengan kode DSMF01 tersebut berjangka waktu sembilan tahun, sampai dengan 10 Maret 2018, memiliki tingkat bunga 13% per tahun dengan pembayaran kupon bunga setiap tiga bulan. EBA ini juga mendapatkan peringkat Aaa (Triple A) dari PT Moody's Indonesia dan IdAAA dari Pefindo.

Selanjutnya Bank BTN juga kembali menerbitkan produk serupa bekerja sama dengan Sarana Multigriya Finansial dan diberi nama EBA-SP. Meski demikian instrumen ini memang belum setenar jenis investasi lain seperti deposito, reksadana, Surat Berharga Negara (SBN), obligasi maupun saham. Selain itu, instrumen ini juga masih diperdagangkan secara terbatas dan baru diperkenalkan kepada investor ritel sejak akhir tahun 2019.


(fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi

Pages