
Bursa Asia Gak Kompak! Nikkei Melesat, Tapi IHSG Ambruk 2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup beragam pada perdagangan Senin (4/7/2022) awal pekan ini, di mana investor cenderung mencari arah pergerakan pasar saham global di saat bursa saham Amerika Serikat (AS) sedang libur hari ini.
Indeks Nikkei Jepang ditutup melesat 0,84% ke 26.153,81, Shanghai Composite China menguat 0,53% ke 3.405,43, ASX 200 Australia melonjak 1,11% ke 6.612,6, dan Straits Times Singapura terapresiasi 0,8% ke 3.120,24.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,13% ke 21.830,35, KOSPI Korea Selatan melemah 0,22% ke 2.300,34, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk 2,28% ke posisi 6.639,17.
Pelaku pasar di kawasan Asia-Pasifik bakal memantau rilis data ekonomi pada pekan ini seperti data aktivitas jasa China pada periode Juni 2022, data inflasi Korea Selatan periode Juni 2022, dan pengumuman kebijakan moneter bank sentral Australia, di mana ketiganya akan dirilis dan diumumkan Selasa besok.
Di lain sisi, menurut Dan Fineman, co-head strategi ekuitas Asia-Pasifik di Credit Suisse, mengatakan bahwa pasar tampaknya memiliki posisi memadai di tengah prospek kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), tetapi "risiko resesi yang sangat tinggi" berarti pasar masih cenderung membentuk tren bearish.
"Kami pikir yang terburuk ada di hadapan kita, di mana kita akan menghadapi kemungkinan lebih banyak penurunan ke depannya, tapi kami pikir kesulitan yang terjadi di paruh pertama tahun ini tidak akan terulang pada skala yang sama di paruh kedua tahun ini," kata Fineman kepada CNBC International.
Dari kabar korporasi, perusahaan pengembang properti China, Shimao melewatkan pembayaran bunga dan pokok obligasi luar negeri senilai US$ 1 miliar. Beberapa perusahaan properti China lainnya juga melewatkan pembayaran bunga atau mengalami gagal bayar (default) utang.
Pasar global mulai memasuki perdagangan di paruh kedua tahun ini, didominasi oleh kekhawatiran atas inflasi, perang antara Rusia-Ukraina, dan potensi resesi global.
Sejak awal tahun ini, sentimen negatif untuk aset berisiko datang bertubi-tubi. Kekhawatiran kondisi ekonomi global terkait risiko stagflasi yang muncul dari tingginya inflasi, pengetatan moneter, eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina dan kebijakan proteksionisme berbagai negara masih membuat investor ketar-ketir.
Kondisi inilah yang menyebabkan banyak investor yang berpikir dua kali untuk tetap berada di pasar saham. Beberapa sudah mulai mengurangi porsi investasinya di aset beresiko seperti saham sehingga membuat harganya jatuh.
Sementara itu, pasar saham AS pada hari ini ditutup untuk memperingati hari kemerdekaan dan volume perdagangan diperkirakan akan jauh lebih sedikit.
Pada pekan lalu, bursa saham AS, Wall Street juga terpuruk. Tingginya inflasi yang membuat pendapatan perusahaan diperkirakan menurun, serta isu resesi membuat Wall Street mencatat pelemahan dalam 4 dari 5 pekan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
