
Kurs Dolar Australia Jeblok ke Bawah Rp 10.200, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia merosot 1% melawan rupiah pada Jumat pekan lalu hingga ke bawah Rp 10.200/AU$. Penurunan tersebut masih berlanjut pada perdagangan Senin (4/7/2022), padahal rupiah sebenarnya juga sedang lesu.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini turun 0,32% ke Rp 10.132/AU$ di pasar spot. Isu resesi dunia menjadi pemicu merosotnya dolar Australia. Sebabnya, pergerakan dolar Australia kerap mengikuti ekspektasi pertumbuhan ekonomi global.
Survei terhadap chief financial officer (CFO) yang dilakukan CNBC International awal Juni lalu menunjukkan sebanyak 68% melihat perekonomian AS diprediksi akan mengalami resesi di semester I-2023.
Citigroup bahkan memprediksi perekonomian global akan mengalami resesi dalam 18 bulan ke depan, dengan probabilitas sebesar 50%. Citigroup melihat, dengan inflasi yang sangat tinggi, maka daya beli masyarakat yang merupakan motor penggerak perekonominan akan tergerus.
Sementara itu rupiah juga sedang lesu akibat tanda-tanda pelambatan ekonomi sudah mulai terlihat di dalam negeri. Ekspnansi sektor manufaktur mulai melambat, bahkan nyaris mengalami kontraksi.
S&P Global mengumumkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Juni 2022 berada di 50,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Kalau masih di atas 50, maka artinya berada di zona ekspansi.
Akan tetapi, pencapaian Juni turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 50,8. Skor PMI manufaktur Indonesia memang sudah 10 bulan beruntun di atas 50, tetapi Juni menjadi yang terendah.
"PMI berada di posisi terendah selama periode ekspansi, hanya tipis di atas zona netral 50. Hanya ada sedikit perbaikan, yaitu di sektor kesehatan," ungkap laporan S&P Global.
Industri pengolahan merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha. DI kuartal I-2022 kontribusinya lebih dari 19% dari total PDB. Sehingga, ketika sektor manufaktur berkontraksi, pastinya akan berdampak ke pelambatan pertumbuhan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
