Breaking News

Alert IHSG, Mayoritas Bursa Asia Terkoreksi!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
30 June 2022 08:41
Investors look at computer screens showing stock information at a brokerage house in Shanghai, China September 7, 2018. REUTERS/Aly Song
Foto: Bursa China (Reuters/Aly Song)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung terkoreksi pada perdagangan Kamis (30/6/2022). Koreksi ini terjadi jelang rilis data aktivitas manufaktur China periode Juni 2022.

Indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,21%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,22%, Shanghai Composite China turun tipis 0,04%, ASX 200 Australia terpangkas 0,23%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,4%.

Sementara untuk indeks Straits Times Singapura dibuka turun 0,18%. Namun selang 30 menit setelah dibuka, Straits Times berbalik menguat tipis 0,04%.

Dari China, data aktivitas manufaktur yang tercermin pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode Juni 2022 versi NBS akan dirilis pada hari ini pukul 09:30 waktu setempat.

Pelaku pasar dalam polling Reuters memperkirakan PMI manufaktur China pada bulan ini naik menjadi 50,5, dari sebelumnya pada Mei lalu di angka 49,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Sementara itu di Korea Selatan, output pabrik tercatat tumbuh ringan pada Mei lalu, menurut data pemerintah Korea Selatan. Produksi industri meningkat 0,1% dari angka April. Sedangkan, output sektor jasa tumbuh 1,1% pada bulan lalu.

Dari kabar korporasi, Toyota Motor melaporkan produksinya meleset dari target yang ditetapkannya pada Mei lalu, menjadi dibawah target untuk bulan ketiga berturut-turut.

Sedangkan perusahaan produsen mobil Korea Selatan, Hyundai Motor telah memutuskan untuk menunda peluncuran mobil hidrogen, yakni SUV Nexo.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung kembali melemah terjadi di tengah masih sedikit lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin, karena investor masih mengkhawatirkan kondisi ekonomi global saat ini.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,27% ke posisi 31.029,31. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masih ditutup di zona merah, meski cenderung tipis-tipis. S&P 500 terkoreksi tipis 0,07% ke 3.818,83, dan Nasdaq turun tipis 0,03% ke 11.177,89.

Ketika kuartal II-2022 akan berakhir pada Kamis, hari ini, kekhawatiran akan resesi meningkat kembali.

Kekhawatiran atas ekonomi yang melambat dan kenaikan suku bunga yang agresif menghabiskan sebagian besar paruh pertama tahun ini karena investor terus mencari titik terendah dari aksi jual pasar yang masif.

"Kami memperkirakan volatilitas yang signifikan pada musim panas ini dengan reli mencengangkan jangka pendek diikuti koreksi yang dipicu oleh kabar ekonomi," tutur analis senior Wells Fargo, Christopher Harvey dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Kemarin, Presiden bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Cleveland, Loretta Mester mengatakan dia akan mengadvokasi kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuan bank sentral Juli jika kondisi ekonomi tetap sama pada saat itu.

"Saya belum melihat angka-angka di sisi inflasi yang perlu saya lihat untuk berpikir bahwa kita dapat kembali ke kenaikan 50 bp," katanya kepada CNBC International.

Sementara itu, Ketua The Fed, Jerome Powell dalam pidatonya di forum bank sentral eropa (Europe Central Bank/ECB) kemarin berjanji bahwa pembuat kebijakan tidak akan membiarkan inflasi menguasai ekonomi AS dalam jangka panjang.

"Risikonya adalah karena banyaknya guncangan, anda mulai beralih ke rezim inflasi yang lebih tinggi. Tugas kami secara harfiah adalah mencegah hal itu terjadi, dan kami akan berusaha agar hal itu tidak terjadi hingga jangka panjang," kata Powell.

Berbicara bersama dengan tiga rekan globalnya, Powell melanjutkan pembicaraan kerasnya tentang inflasi di AS yang saat ini berjalan pada level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Dalam waktu dekat, The Fed telah melembagakan beberapa kenaikan suku bunga untuk mencoba menahan kenaikan harga yang cepat. Tetapi Powell mengatakan bahwa penting juga untuk menahan ekspektasi inflasi dalam jangka panjang, sehingga tidak mengakar dan menciptakan siklus yang terpenuhi dengan sendirinya.

"Waktu terus berjalan, di mana kita mengalami inflasi yang tinggi selama lebih dari setahun. Akan menjadi manajemen risiko yang buruk bila hanya mengasumsikan ekspektasi inflasi jangka panjang itu akan tetap berlabuh tanpa batas dalam menghadapi inflasi tinggi yang terus-menerus. Jadi kami sejatinya tidak mau melakukan itu," kata Powell.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular