Dolar AS Jadi Primadona, Rupiah Keok 2 Hari Beruntun!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 June 2022 15:07
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/6/2022). Sentimen pelaku pasar yang memburuk serta spekulan yang memborong dolar AS membuat rupiah kurang diutungkan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.840/US$. Setelahnya rupiah Sempat menguat 0,24% ke Rp 14.800/US$, tetapi setelahnya berbalik melemah.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.849/US$, melemah 0,09% di pasar spot. Dengan demikian, rupiah melemah dua hari beruntun, setelah menguat cukup tajam di awal pekan.

Ambrolnya bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Selasa waktu setempat menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar. Indeks Dow Jones turun 1,6%, S&P 500 2% dan Nasdaq jeblok nyaris 3%.

Saat aset-aset berisiko jeblok, indeks dolar AS kembali menanjak. Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,55%, setelah menurun dalam dua hari beruntun.

Kabar buruk datang dari konsumen AS yang tingkat keyakinannya merosot. Conference Board kemarin melaporkan tingkat keyakinan konsumen Juni merosot menjadi 98,7, dari bulan sebelumnya 103,3. Penurunan tersebut membawa tingkat keyakinan konsumen ke titik terendah dalam 16 bulan terakhir.

"Prospek konsumen semakin suram akibat kekhawatiran akan inflasi, khususnya kenaikan harga gas dan makanan. Ekspektasi kini turun ke bawah 80, mengindikasikan pertumbuhan yang lebih lemah di semester II-2022, begitu juga adanya peningkatan risiko resesi di akhir tahun," kata Lyyn Franco, direktur ekonomi Conference Board, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (28/6/2022).

Saat tingkat keyakinan konsumen merosot, ekspektasi inflasi justru meroket. Conference Board menunjukkan ekspektasi inflasi dalam 12 bulan ke depan mencapai 8%, tertinggi sejak data mulai dikumpulkan pada Agustus 1987.

Tingginya ekspektasi inflasi tersebut membuat pasar melihat The Fed bisa semakin agresif dalam menaikkan suku bunga.

Selain itu, ketidakpastian yang terus membayangi perekonomian global membuat aset-aset aman (safe haven) kembali menjadi buruan pelaku pasar.

Dolar AS pun menjadi primadona, sebab menyandang status safe haven dan kenaikan suku bunga The Fed.

Tanda-tanda pelaku pasar beralih ke dolar AS terlihat dari posisi beli bersih (net long) yang naik tajam. Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi spekulatif net long dolar AS melonjak US$ 1,52 miliar atau sekitar Rp 22,5 triliun (kurs Rp 14.800/US$) dalam sepekan yang berakhir 21 Juni.

Kenaikan tersebut artinya para spekulan semakin banyak memborong dolar AS, ketimbang mata uang utama lainnya, yen, euro, poundsterling, franc dolar Kanada dan dolar Australia.

Kenaikan net long tersebut bisa menjadi indikasi dolar AS akan terus menguat, dan rupiah tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Gembira di Awal 2023, Rupiah Siap Ngegas!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular