
Efek Berantai Drama Kripto, Perusahaan Lindung Nilai Kolaps

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis yang dialami oleh pasar kripto sejak awal bulan Mei lalu membuat banyak perusahaan kripto terdampak dan mengalami berbagai kesulitan. Perusahaan-perusahaan terkait yang semula kaya dengan kas kini mulai dari krisis likuiditas, krisis solvabilitas, maupun kesulitan untuk mempertahankan karyawannya.
Baru-baru ini, perusahaan dana lindung nilai (hedge fund) kripto terkemuka yakni Three Arrows Capital resmi dinyatakan gagal bayar (default) oleh perusahaan broker aset digital Voyager Digital pada Senin (27/6/2022) waktu setempat. Three Arrows Capital gagal memenuhi kewajiban pinjamannya senilai lebih dari US$ 670 juta atau sekitar Rp 9,93 triliun (asumsi kurs Rp 14.825/US$) kepada Vogaer.
Adapun secara terperinci, Three Arrows Capital gagal membayar kembali pinjamannya sebesar US$ 350 juta (Rp 5,19 triliun) dalam stablecoin USD Coin (USDC) dan sebanyak 15.250 Bitcoin yang dipatok dolar AS dengan nilainya sekitar US$ 323 juta (Rp 4,79 triliun).
Alhasil, karena pinjaman yang tidak dipenuhi oleh Three Arrows Capital, Voyager pun terdampak kesulitan di mana pihaknya juga sedang dihadapi krisis pendanaan yang dapat membuat kegiatan transaksi keuangan terganggu.
Tetapi, Voyager mengklaim bahwa pihaknya masih dapat beroperasi dan memenuhi segala bentuk pesanan atau permintaan pelanggannya, baik dalam hal penarikan dana oleh pelanggan maupun sebagainya. Jaminan itu kemungkinan merupakan upaya untuk menahan ketakutan akan penularan melalui ekosistem kripto yang lebih luas.
Tak hanya kepada Voyager saja, ternyata Three Arrows Capital juga mempunyai utang dari BlockFi dan Genesis, di mana keduanya merupakan perusahaan pemberi pinjaman kripto yang sama-sama berbasis di Amerika Serikat (AS).
Seperti halnya Voyager, BlockFi pun tersandung kesulitan akibat Three Arrows Capital tak kunjung memenuhi kewajibannya. Bahkan, Three Arrows Capital pun gagal memenuhi margin call dari BlockFi.
Sebagai informasi, Margin call adalah suatu istilah yang terjadi saat broker akan memberitahukan pemegang posisi untuk melakukan penambahan modal atas dasar transaksi margin.
Hal yang mengerikan akan terjadi apabila sang pemegang posisi tidak mampu membayar margin call tersebut. Apabila tidak mampu menyetorkan dana dalam kurun waktu tertentu, sang broker akan melakukan penutupan terhadap seluruh posisi yang dimiliki oleh perseroan baik melakukan penjualan pada posisi long (forced sell) ataupun pembelian pada posisi short.
Voyager dan BlockFi menghadapi kesulitan yang sama, tetapi yang lebih parah justru dialami oleh BlockFI, di mana pihaknya memilih untuk memangkas karyawannya ketimbang memilih mensuspensi transaksi nasabah,
BlockFi dikabarkan memangkas sekitar 20% pekerjanya dari total 850-an karyawan. Informasi tersebut diumumkan langsung dalam postingan blog BlockFi.
Menurut keterangan, perusahaan mencatat "perubahan dramatis dalam kondisi ekonomi makro di seluruh dunia" sebagai penyebab utama pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Pemutusan kontrak kerja tersebut berdampak besar pada berbagai tim di BlockFi. Keputusan perusahaan dimaksudkan untuk memangkas pengeluaran dalam persiapan menghadapi "resesi global yang berkepanjangan".
Sebagai informasi, sejak tahun 2020, BlockFi mengalami pertumbuhan pesat dari 150 karyawan menjadi lebih dari 850-an. Kendati begitu, perubahan drastis pasar kripto pada kuartal pertama tahun 2022 memaksa BlockFi untuk menyetop ekspansinya. Perusahaan berupaya melakukan penyesuaian ulang strateginya.
Pihak BlockFi sendiri memprioritaskan profitabilitas dengan cara memotong empat biaya operasional utama yakni pengurangan biaya marketing dan kompensasi eksekutif serta memangkas jumlah karyawan, serta memutus kontrak dengan vendor yang tidak begitu penting.
Kendati melakukan PHK besar-besaran, BlockFi menyatakan keputusan tersebut tidak akan berpengaruh pada layanan perusahaan yang memiliki sekitar 650.000 klien dari berbagai negara.
Untuk saat ini, di perusahaan hedge fund,sepertinya baru Three Arrows Capital yang mengalami kesulitan hingga resmi default oleh salah satu krediturnya yakni Voyager Digital.
Bahkan, ada perusahaan hedge fund yang justru 'ketiban berkah' berkat adanya kejatuhan pasar kripto. Perusahaan hedge fund yang bisa 'survive' tersebut kebanyakan merupakan hedge fund kuantitatif mulai dari yang terkecil hingga yang sudah cukup besar
Sekelompok kecil hedge fund mendapat untung dari gejolak di pasar aset digital yang telah menghapus triliunan dolar dari total nilai cryptocurrency.
Beberapa hedge fund berbasis komputer, yang menggunakan algoritma untuk mencoba memprediksi dan memperdagangkan pergerakan harga di kripto dan pasar lainnya telah meraih 'kemenangan' dari penurunan cepat pasar kripto.
Investor yang memanfaatkan taruhan tersebut termasuk mantan investor besar yakni Lehman Brothers dan Morgan Stanley, Jay Janer, yang merupakan mitra pendiri Manajemen Arbitrase KPTL di Kepulauan Cayman.
Melalui Appia Fund, yang bertaruh pada naik dan turunnya harga berjangka kripto sebagai bagian dari strateginya, mendapat untung dari runtuhnya mata uang kripto besutan Terra Lab Forms yakni Terra Luna (LUNA) senilai US$40 miliar pada bulan lalu.
Perusahaan dengan cepat menempatkan posisi short-nya dan bertaruh pada penurunan harga untuk mengambil keuntungan dari penurunan cepat kripto LUNA.
"Kami mendapat banyak uang dari luna. Kami menggunakan model dengan mengikuti apa yang terjadi di pasar, setelah dianalisis, barulah kami masuk," kata Janer, dikutip dari Financial Times.
Janer memperkirakan dananya menangkap sekitar dua pertiga dari penurunan harga LUNA. Hal itu juga telah bertaruh melawan Bitcoin dan Ethereum, sebelum mengalihkan taruhan pendeknya ke token yang lebih kecil.
"Sungguh luar biasa memiliki pasar yang bergerak begitu banyak. kami tidak tahu ada pasar lain yang bergerak begitu banyak," ujar Janer.
Dananya naik sekitar 20% sepanjang tahun ini. Sedangkan hedge fund lainnya rata-rata telah kehilangan 2,9% dalam lima bulan pertama tahun ini, menurut kelompok data HFR.
Selain Janer melalui Appia Fund, sebuah perusahaan manajer kekayaan yang berbasis di London, yakni Atitlan Asset Management juga mendapat untung setelah algoritmanya yang mencari pola pasar yang dapat diperdagangkan mengambil posisi short kecil di Luna futures.
Banyak perusahaan hedge fund berbasis nilai kuantitas besar telah melakukan diversifikasi ke lebih banyak pasar khusus seperti crypto futures dalam beberapa tahun terakhir, karena mereka mencoba untuk menghindari posisi yang ramai di pasar tradisional dan tetap meningkatkan tingkat return-nya.
Systematica Investments Leda Braga termasuk di antara mereka yang menghasilkan uang dari penjualan masif Bitcoin dan Ethereum. Dana Pasar Alternatif senilai US$ 6,7 miliar naik 15,9% tahun ini.
Namun ketika di tanya oleh Financial Times,Systematica menolak menjawab pertanyaan tersebut.
Terakhir, ada hedge fund yang berbasis di London yakni Florin Court juga mendapat untung. Pendirinya Doug Greenig, mantan chief risk officer di unit AHL Man Group, merombak perusahaan pada tahun 2017 untuk fokus pada pasar yang lebih esoteris seperti kripto, pengiriman dan biji kacang tanah China.
"Posisi short kripto kami telah menjadi pasar yang kuat bagi kami baru-baru ini," kata Greenig, yang dananya naik sekitar 15% sepanjang tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Binance Digugat CFTC, Bitcoin Cs Berguguran?
