
Awal Pekan Bursa Asia Dibuka Cerah, Nikkei-Hang Seng Melesat

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Senin (27/6/2022), di tengah rasa optimis pasar pada hari ini, meski beberapa juga masih menimbang kondisi global saat ini.
Indeks Nikkei Jepang dibuka melonjak 2,21%, Hang Seng Hong Kong melesat 1,41%, Shanghai Composite China menguat 0,46%, Straits Times Singapura bertambah 0,39%, ASX 200 Australia melaju 0,38%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,7%.
Dari China, data keuntungan industri pada periode Mei 2022 akan dirilis pada hari ini pukul 09:30 waktu setempat.
Di lain sisi, pada akhir pekan ini, China dan Jepang akan merilis data aktivitas manufakturnya pada periode Juni 2022. Untuk Jepang, data aktivitas manufakturnya merupakan data final.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung cerah terjadi di tengah cerahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat pekan lalu.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melonjak 2,68% ke level 31.500,68, S&P 500 melompat 3,06% ke 3.911,74, dan Nasdaq melejit 3,34% ke 11.607,62.
"Kami percaya bahwa pemantulan di pasar ekuitas AS selama tiga hari perdagangan terakhir telah menjadi reli pasar bearish dari kondisi oversold yang mendalam," tulis Chris Senyek dari Wolfe Research dalam laporan riset hariannya, dikutip dari CNBC International.
Cerahnya Wall Street terjadi setelah pembacaan sentimen konsumen yang diikuti oleh pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan sedikit pelonggaran ekspektasi inflasi.
Menurut survei dari University of Michigan, sentimen konsumen mencapai rekor terendah 50 pada periode Juni 2022. Sementara di permukaan yang tidak positif untuk pasar, investor menyukai angka di dalam laporan yang menunjukkan ekspektasi inflasi 12 bulan oleh konsumen turun kembali ke 5,3%.
Pembacaan sentimen konsumen bisa menjadi sangat penting bagi investor, karena Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa penurunan mengejutkan dalam pembacaan awal adalah salah satu alasan bank sentral menaikkan suku bunga acuannya sebesar tiga perempat poin persentase pada awal bulan ini.
Meski pasar cenderung optimis pada hari ini, tetapi ada sedikit kabar buruk datang dari Rusia, di mana pada Minggu kemarin, Rusia mendekati gagal bayar (default). Hal ini akan menjadi default pertama di Negeri Beruang Putih itu dalam beberapa dekade.
Rusia dilaporkan berjuang mempertahankan pembayaran obligasi US$ 40 miliar sejak serangan ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.
Perang tersebut memicu rentetan sanksi dari Barat dan membuat Rusia keluar dari sistem keuangan global membuat asetnya tidak tersentuh oleh banyak investor.
Pihak Kremlin menegaskan tidak ada alasan untuk mengalami gagal bayar karena sanksi. Pemerintah negara itu menuding Negara Barat mencoba mendorong Rusia ke default buatan.
Head of Sovereign Litigation di Quinn Emanuel, Dennis Hranitzky mengatakan default Rusia sebenarnya sudah diramalkan sejak Maret lalu. Namun pertanyaan berikutnya kapan itu terjadi.
"OFAC (Kantor Pengawasan Aset Asing Departemen Keuangan AS) telah turun tangan untuk menjawab pertanyaan itu untuk kami, dan standardnya sekarang ada pada kami," jelasnya dikutip dari Reuters, Minggu (26/6/2022) kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
