
Yield Obligasi 10 Tahun AS Turun, Resesi Kian Dekat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) pada obligasi acuan AS Treasury 10-tahun turun tajam pada Kamis (23/6) kemarin, karena investor terus meninjau potensi terjadinya resesi.
Yield Treasury 10-tahun turun 7 basis poin (bps) menjadi 3,089%. Sebelumnya pada hari yang sama, imbal hasil sempat turun ke 3,005%, atau level terendah dalam dua minggu. Sementara itu, yield obligasi Treasury 30-tahun turun sekitar 4 bps ke 3,198%. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga.
Pelaku pasar semakin khawatir bahwa pengetatan moneter yang agresif dapat menyebabkan ekonomi terbesar dunia itu mengalami resesi. Ketua Federal Reserve Jerome Powell di akhir pertemuan dengan Kongres menegaskan kembali bahwa bank sentral AS "berkomitmen kuat" untuk mendinginkan tingkat inflasi yang melonjak.
"Di The Fed, kami memahami kesulitan yang disebabkan oleh inflasi yang tinggi," kata Powell kepada Komite Perbankan Senat pada hari Rabu. "Kami sangat berkomitmen untuk menurunkan inflasi, dan kami bergerak cepat untuk melakukannya."
Pekan lalu, The Fed menaikkan suku bunga acuan dana sebesar 75 basis poin, kenaikan terbesar sejak 1994, tetapi diperkirakan pengetatan agresif dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada pertumbuhan ekonomi.
Beberapa bank di Wall Street minggu ini meningkatkan proyeksi mereka akan peluang terjadinya resesi di AS. UBS meningkatkan kemungkinan resesi menjadi 69%, menunjuk pada laporan yang lemah di sektor perumahan, produksi industri dan barang modal.
Citigroup menunjukkan penurunan belanja konsumen yang terjadi pasca keputusan The Fed dapat meningkatkan kemungkinan resesi menjadi 50%.
Goldman Sachs mengatakan kemungkinan pelemahan ekonomi "lebih tinggi dan lebih cepat" daripada sebelumnya, meningkatkan kemungkinan resesi AS menjadi 30%, naik dari 15%, selama tahun depan.
Pada hari Kamis, Departemen Tenaga Kerja mengatakan klaim pengangguran mingguan AS turun 2.000 menjadi 229.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 18 Juni, meskipun pasar tenaga kerja tetap ketat.
Spread obligasi acuan AS melandai
Turunnya imbal hasil Treasury 10-tahun memang tidak dikuti oleh kenaikan yield Treasury 2-tahun. Meski demikian spread keduanya telah menunjukkan tren pelandaian tahun ini, dengan yield Treasury 2-tahun sempat secara singkat lebih tinggi dari obligasi 10 tahun pada perdagangan intraday akhir Maret lalu, fenomena yang dianggap sebagai kurva terbalik (inverted yield curve).
Kurva terbalik tersebut dipandang oleh banyak orang sebagai sinyal bahwa resesi kemungkinan dapat berlangsung dalam 6 hingga 18 bulan ke depan. Penurunan yield obligasi 10 tahun jika disertai kenaikan yield obligasi 2 tahun menjadi kekhawatiran bagi investor secara luas, meskipun ada perdebatan apakah hal itu merupakan indikator yang paling dapat diandalkan.
Secara umum, yield obligasi 10 tahun merefleksikan persepsi jangka panjang akan kondisi ekonomi, sedangkan untuk obligasi 2 tahun lebih dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang diambil The Fed. Ketika kebijakan moneter The Fed membuat yield obligasi jangka pendek naik dan diikuti oleh jatuhnya sentimen investor, kurva terbalik berpotensi terbentuk.
Sejumlah investor dan analis mengatakan ada alasan untuk tidak terlalu khawatir tentang kurva imbal hasil yang terbalik. Hal tersebut karena informasi yang diperoleh sudah dipaparkan jelas oleh pejabat Fed.
Akan tetapi investor masih punya alasan lain untuk gugup. Bahkan jika kurva imbal hasil memberi tahu mereka apa yang sudah mereka ketahui. Risiko yang dimaksud adalah kebijakan The Fed dapat menyebabkan resesi baik itu tanpa sengaja, dengan menaikkan suku bunga lebih dari yang diperlukan, atau secara sengaja, dengan memutuskan bahwa perlambatan ekonomi venar-benar diperlukan untuk menghindari krisis inflasi seperti yang pernah dialami AS di tahun 1970-an.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Biang Kerok, Obligasi di China 'Dibuang' Investor
