
Wall Street Boleh Merah, Tapi Bursa Asia Cenderung Cerah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Kamis (23/6/2022), di tengah terkoreksinya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin karena investor khawatir bahwa potensi resesi di AS semakin besar.
Hanya indeks ASX 200 Australia yang dibuka di zona merah pada hari ini, yakni melemah 0,14%.
Sedangkan sisanya dibuka menghijau. Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,51%, Hang Seng Hong Kong terapresiasi 0,71%, Shanghai Composite China naik tipis 0,06%, Straits Times Singapura melesat 0,73%, dan KOSPI Korea Selatan melaju 0,71%.
Pada hari ini, beberapa data awal dari aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) pada periode Juni 2022 telah dirilis di kawasan Asia-Pasifik. Adapun negara-negara di kawasan tersebut yang telah merilis data awal PMI Manufaktur yakni Jepang dan Australia.
Di Jepang, data awal PMI manufaktur Jibun Bank pada bulan ini turun menjadi 52,7, dari sebelumnya pada Mei lalu di angka 53,3. Meski turun, tetapi PMI manufaktur Jepang pada bulan ini masih berada di zona ekspansif.
Sedangkan di Australia, data awal PMI manufaktur Global S&P naik sedikit menjadi 55,8, dari sebelumnya pada bulan lalu di angka 55,7.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas cenderung menghijau terjadi setelah pada perdagangan kemarin ditutup di zona merah. Tetapi, investor di Benua Kuning dan Benua Hijau tetap mewaspadainya karena risiko di pasar global masih cukup tinggi.
Di lain sisi, cenderung cerahnya bursa Asia-Pasifik terjadi di tengah terkoreksinya lagi bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Rabu kemarin. Tetapi, koreksi Wall Street kemarin cenderung tipis-tipis.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,15% ke 30.483,13, S&P 500 turun 0,13% ke 3.759,89, dan Nasdaq Composite juga terkoreksi 0,15% ke posisi 11.053,08.
Kekhawatiran resesi semakin menguat setelah ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell dalam pidato di depan senat AS mengatakan bahwa kemungkinan resesi itu ada.
Powell juga memastikan The Fed akan membawa inflasi ke level 2%. Pernyataan Powell tersebut menjadi sinyal jika The Fed akan menjadi lebih agresif ke depan meskipun hal tersebut bisa berbalik pada pelemahan ekonomi Paman Sam. Powell menambahkan, menurunkan inflasi tanpa risiko resesi kini menjadi lebih menantang.
"Kami memahami persoalan besar yang disebabkan inflasi. Kami sangat berkomitmen untuk menurunkan inflasi. Kami tidak bermaksud untuk memprovokasi resesi. Namun, sangat penting untuk menstabilkan harga," tutur Powell di depan senat AS, seperti dikutip CNBC International.
Sebagai catatan, inflasi AS terbang 8,6% pada Mei tahun ini, yang menandai rekor tertinggi sejak Desember 1981.
The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan mereka sebanyak tiga kali pada 2022, termasuk kenaikan sebesar 75 basis poin (bp) pada pekan lalu. Namun, Powell mengakui jika inflasi masih terlalu tinggi dan perlu segera dijinakkan.
"Inflasi masih menjadi ancaman besar bagi aset keuangan dan pernyataan Powell kini sangat jelas bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sampai inflasi menjinak. Jika target tersebut belum tercapai maka rally akan sangat sulit terjadi," tutur Robert Schein, dari Blanke Schein Wealth Management.
Schein menambahkan pengetatan moneter akan menjadi headwind untuk pasar keuangan sampai The Fed memberi lampu hijau jika inflasi sudah aman.
Resesi kini menjadi kekhawatiran di AS setelah sejumlah data mulai dari indeks kepercayaan konsumen hingga penjualan ritel ambruk. Survei yang dilakukan Citigroup menunjukkan kemungkinan terjadi resesi kini menjadi 50%.
Suramnya Wall Street juga dipengaruhi anjloknya harga minyak mentah. Harga minyak mentah Brent ambles 4,06% ke US$ 109,99 per barel sementara minyak Light NYMEX anjlok 5% ke US$ 104,3 per barel.
Harga minyak ambles karena ada kekhawatiran ekonomi global akan melambat sehingga permintaan akan minyak turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
