
Tunggu Petunjuk BI, Rupiah Bakal Libas Dolar AS?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,37% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.865/US$ Rabu kemarin. Dengan demikian, dalam 8 hari terakhir rupiah melemah sebanyak 7 kali.
Pada perdagangan Kamis (23/6/2022), perhatian tertuju ke Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal tidak akan menaikkan suku bunga.
Gubernur Perry Warjiyo akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2022 siang nanti. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bertahan di 3,5%. Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.
Bila BI nantinya memang tetap mempertahankan BI 7-DRR berarti suku bunga acuan sebesar 3,5% akan bertahan selama 16 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
Perry juga memberikan sinyal tidak ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Arah kebijakan suku bunga masih tertuju mendorong perekonomian.
"Kebijakan moneter akan terus pro-stability. Dengan inflasi yang rendah, kita tidak perlu terburu-buru untuk menaikkan suku bunga," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Bank Dunia, Rabu (22/6/2022).
Meski demikian, pelaku pasar akan melihat bagaimana respon BI terhadap kebijakan terbaru bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.
Di sisi lain, ketua The Fed Jerome Powell di hadapan Kongres AS sekali menegaskan komitmen kuat The Fed untuk menurunkan inflasi, dan yakin instrument moneter yang digunakan bisa melakukan itu. Artinya, The Fed akan tetap pada jalurnya menaikkan suku bunga secara agresif. Pasca pernyataan tersebut, indeks dolar AS berfluktuasi sebelum berakhir melemah 0,23% pada perdagangan Rabu.
Pelemahan indeks dolar AS tersebut memberikan peluang bagi rupiah untuk menguat hari ini.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sejak 15 Juni lalu menembus ke atas resisten kuat di kisaran Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%. Sejak saat itu, rupiah terus mengalami tekanan.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah kini semakin menjauhi level tersebut, yang memberikan tekanan semakin besar.
![]() Foto: Refinitiv |
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.880/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.900/US$ sebelum menuju 14.950/US$.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini bergerak naik dan mencapai wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli memberikan peluang penguatan rupiah. Stochastic pada grafik 1 jam juga berada di wilayah jenuh beli.
Support terdekat berada di kisaran Rp 14.840/US$, jika ditembus rupiah akan menguji kembali Rp 14.800/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri Resesi! IHSG Ambrol 2,6%, Rupiah Tak Mampu Menguat
