Suku Bunga Mau Dikerek Lagi, Kurs Dolar Australia kok Turun?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 June 2022 14:50
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia turun melawan rupiah pada perdagangan Rabu (22/6/2022). Padahal, bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengindikasikan akan kembali menaikkan suku bunga, sementara Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan.

Pada pukul 12:53 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.262/AU$, melemah 0,48% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuannya besok.

Gubernur Perry Warjiyo dan anggota Anggota Dewan Gubernur lain dijadwalkan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2022 pada 22-23 Juni 2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bertahan di 3,5%. Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.

Bila BI nantinya memang tetap mempertahankan BI 7-DRR berarti suku bunga acuan sebesar 3,5% akan bertahan selama 16 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.

Perry juga memberikan sinyal tidak ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Arah kebijakan suku bunga masih tertuju mendorong perekonomian.

"Kebijakan moneter akan terus pro-stability. Dengan inflasi yang rendah, kita tidak perlu terburu-buru untuk menaikkan suku bunga," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Bank Dunia, Rabu (22/6/2022).

Indikator BI tidak mau terburu-buru adalah inflasi yang masih terkendali. Kini inflasi berada di level 3,5% dan hingga akhir tahun BI memperkirakan inflasi 4,2%.

"Inflasi kemungkinan di 4,2%. Inflasi menjadi tantangan besar tetapi kami percaya dengan kerja sama yang erat dengan pemerintah, kami bisa menjaga stabilitas harga," jelasnya.

Sebaliknya, RBA sudah menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali dalam dua bulan terakhir. Kenaikan tersebut masih belum akan berhenti, tersurat di rilis notula rapat kebijakan moneter bulan ini.

Dalam notula yang dirilis kemarin, para anggota dewan melihat meski suku bunga dinaikkan 50 basis poin, tetapi masih cukup sangat rendah di bawah 1%, dengan tingkat pengangguran di level terlemah 50 tahun serta inflasi yang terus meninggi. Sehingga, suku bunga ke depannya akan kembali dinaikkan.

Sementara itu gubernur RBA, Philip Lowe, menyatakan meski suku bunga akan terus dinaikkan guna meredam inflasi dan membawanya kembali turun ke target 2% - 3%, ia tidak melihat perekonomian Australia akan mengalami resesi. Namun, ia tetap mengantisipasinya.

"2 tahun belakangan ini mengajarkan kita semua, anda tidak bisa mengesampingkan apa pun," kata Lowe, sebagaimana dilansir The Guardian.

"Secara fundamental kita kuat, posisi sektor rumah tangga juga kuat dunia usaha terus melakukan rekrutmen. Saya tidak merasa kita akan mengalami resesi, dan tingkat suku bunga meski sudah naik tetapi masih sangat rendah. Suku bunga masih di bawah 1% saat tingkat pengangguran di level terendah dalam 50 tahun terakhir" tambah Lowe.

Dolar Australia kemarin memang mampu menguat melawan rupiah, tetapi pada hari ini justru berbalik melemah. Sebab, Lowe mengesampingkan peluang kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin.

Lowe mengatakan, kenaikan pada bukan depan akan sebesar 25 atau 50 basis poin.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular