Mata Uang Asia "Berguguran", Rupiah Terburuk Lagi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 June 2022 11:05
ilustrasi uang
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang utama Asia "berguguran" melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (22/6/2022). Sentimen pelaku pasar sebenarnya cukup bagus, melihat dari pergerakan bursa saham yang menguat. Tetapi, kenaikan tersebut bisa memberikan dampak yang negatif ke mata uang Asia.

Hingga pukul 9:45 WIB, rupiah melemah 0,34% ke Rp 14.855/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Oktober 2020. Meski demikian, rupiah bukan yang terburuk, ada yuan China yang pelemahannya 0,4% dan yang terburuk peso Filipina sebesar 0,41%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Sentimen pelaku pasar sebenarnya sedang bagus, tercermin dari penguatan bursa saham AS (Wall Street). Indeks Dow Jones kemarin melesat 2,15%, kemudian S&P 500 2,45% dan Nasdaq2,5%.

Namun, jika Wall Street terus menanjak, maka inflasi yang tinggi di Amerika Serikat akan sulit untuk segera turun. Hal tersebut bisa memaksa bank sentral AS (The Fed) bertindak lebih agresif lagi.

"Saat ini, yang terbaik adalah bursa saham turun dengan cepat, jadi ketua The Fed Jerome Powell, bisa segera menurunkan inflasi," kata Jim Cramer dalam acara MAD Money CNBC International.

Ketika Wall Street menanjak, maka para investor tentunya akan mendapat cuan, hal ini bisa memicu kenaikan konsumsi yang pada akhirnya menahan inflasi di level tinggi.
Sebaliknya ketika Wall Street jeblok, portofolio investor akan menjadi negatif, dan bisa menahan niat konsumsi.

"Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan di pasar saham membuat para investor yang cuan belanja dalam jumlah yang besar. Jika Powell bisa membuat bursa turun dan tetap di bawah, membalikkan semua penguatan, maka investor kemungkinan akan menahan belanja mereka," tambah Cramer.

Sementara itu yen Jepang menjadi satu-satunya mata yang utama Asia yang mampu menguat pagi ini. Selain ada faktor teknikal yang membuatnya rebound setelah terpuruk ke level terlemah nyaris seperempat abad, rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) juga memberikan sentimen positif.

Dalam rilis tersebut tersurat beberapa pejabat BoJ melihat nilai tukar yen yang merosot terlalu dalam bisa membahayakan bagi perekonomian.

Meski demikian, mayoritas anggota BoJ sepakat untuk terus mempertahankan stimulus moneter, sebab inflasi di luar item energi masih rendah.

Hal ini membuat BoJ menjadi satu-satunya bank sentral utama dunia yang masih menerapkan kebijakan moneter ultra longgar.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular