
Yusuf Mansur, Dari Prestasi Hingga Dugaan Wanprestasi

Memperoleh respons positif dari para pengikut, YM semakin aktif masuk ke dunia investasi. Akun media sosial miliknya kerap dijadikan patokan bagi investor pemula yang sering kali kebingungan untuk melakukan investasi di saham mana.
Secara berkala, YM mengungkapkan kepada pengikutnya bahwa saham apa yang ia pilih beserta sejumlah alasan yang melatarbelakanginya. Kebanyakan alasan tersebut adalah terkait potensi di masa depan, bukan kondisi fundamental perusahaan terkini.
Pilihan saham personal oleh YM dikenal sebagai Marsurmology. Meski ia tidak secara eksplisit 'memasarkan' saham tersebut, bagi pengikut setianya hal tersebut merupakan sinyal beli. Akibatnya saham-saham emiten yang muncul di laman sosial media resmi YM kerap kali melejit secara cepat pasca diungkapkan bahwasanya sedang dipegang oleh YM.
Kemunculan YM juga mendorong meningkatnya jumlah investor retail Tanah Air yang memutuskan untuk berinvestasi di pasar modal untuk mereplika keberhasilan YM.
Kemampuan YM untuk menggerakkan pasar perlahan mulai terlihat seperti pisau bermata dua. Unggahan yang meningkat valuasi dalam sekejap tersebut, banyak di antaranya ikut lenyap secara perlahan, meninggalkan para investor yang telat masuk dengan kerugian signifikan.
Saham pilihan YM memiliki kinerja yang sama layaknya atlet lari cepat yang berkompetisi di ajang maraton, dalam jangka pendek naik signifikan, namun seiring waktu malah turun lebih dalam.
Bukti nyata adalah ketika YM menyinggung dua perusahaan yang bergerak di Industri penerbangan yakni Garuda Indonesia (GIAA) dan anak usahanya GMFI. YM yang optimis kedua perusahaan tersebut mampu bangkit setelah pandemi membuat saham GIAA naik 45% dalam sepekan dan saham GMFI naik 55% dalam dua hari ke Rp 152/saham.
Usai reli jelang akhir tahun 2020, saham GIAA akhirnya ditangguhkan perdagangannya di bursa (suspensi) dan sahamnya turun 51% dari posisi tertinggi di Desember 2020. Sementara GMFI saat ini diperdagangkan di level yang lebih rendah kala pertama kali 'diperkenalkan' YM.
Dan meskipun pandemi mulai surut, kedua perusahaan tersebut masih membukukan kinerja negatif, setidaknya hingga kuartal ketiga tahun lalu yang merupakan data kinerja keuangan paling baru yang diungkapkan perusahaan ke publik.
Selanjutnya, YM juga diketahui sering kali mengoleksi saham-saham gocap atau memiliki harga Rp 50/saham dan turut membuat harganya melejit. Setelah mampu bangkit sesaat dari kubur saham-saham tersebut kembali tidur pulas di level terendah perdagangan bursa.
Saham-saham yang sempat 'dibangkitkan' oleh YM termasuk emiten tekstil PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT), emiten properti dan real estate PT Repower Asia Indonesia Tbk (REAL), emiten yang bergerak di bidang jasa pengangkutan dan transportasi PT Putra Rajawali Kencana Tbk (PURA) dan emiten yang bergerak di sektor konstruksi hotel dan perumahan, PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS).
Saat ini keempat saham tersebut diperdagangkan di harga Rp 50/saham.
Terkait perusahaan pengelola aset yang dimilikinya, YM diketahui saat ini sedang melewati jalan terjal. Dalam potongan video yang viral di media sosial, Yusuf Mansur meluapkan emosinya sembari membahas soal PayTren yang menurutnya membutuhkan dana sampai Rp 1 triliun untuk aplikasi ini - angka tersebut kemudian direvisi menjadi Rp 200 triliun, melalui keterangan di Instagram.
Sebelum itu, video lainnya terkait Paytren sempat lebih dulu viral, dimana beberapa orang yang mengaku sebagai para korban PayTren berasal dari kalangan 'orang susah', menangis dan memohon agar uangnya dikembalikan.
PT PayTren Aset Manajemen (PAM) diketahui sempat tumbuh pesat di awal operasi, dengan aset kelolaan (Asset Under Management/AUM) PAM tumbuh pesat dari Rp 1,95 miliar pada Februari 2018 menjadi hampir Rp 34 miliar pada Oktober 2019.
Sejak itu nilai aset kelolaan perlahan mulai turun, tercatat per akhir tahun 2019, dana kelolaan berkurang menjadi Rp 32,86 miliar. Bahkan dua dari tiga reksadana PayTren terpaksa harus dilikuidasi pada Februari 2020 karena kinerja menurun.
Dalam pengumuman yang disampaikan Direktur PayTren Aset Manajemen kala itu, pembubaran reksa dana syariah yang dikelola PayTren lantaran tidak memenuhi syarat minimal dana kelolaan reksa dana yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 23 tahun 2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
Kedua Reksadana yang dilikuidasi pada Februari 2020 tersebut adalah RDS Falah dan Daqu. Tepat sebelum dilikuidasi RDS Daqu mencatatkan kinerja -7,99% sejak awal ditawarkan, dengan komposisi portofolio terbesar termasuk Tridomain Performance Materials (TDPM).
Sebagai informasi, saat ini perdagangan TPDM sedang ditangguhkan dan dalam pengawasan terkait pembayaran utang dan sebelumnya sempat digugat PKPU oleh PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI). Perusahaan juga terlambat menerbitkan laporan keuangan dan belum melaksanakan RUPS.
RDS Falah mencatatkan kinerja yang lebih parah lagi, dengan depresiasi 23,97% sejak awal ditawarkan.
Kini satu-satunya reksadana PAM yang tersisa adalah produk reksadana pasar uangnya yaitu PAM Syariah Likuid Dana Safa. Namun AUM produk ini yang sempat mencapai Rp 17,5 miliar pada Juli 2019 angkanya terus merosot.
Akhir Februari 2020 ketika dua reksadana lain dilikuidasi, meski turun nilainya masih mencapai Rp 15,54 miliar. Akan tetapi saat ini dana kelolaannya hanya bersisa Rp 2,91 miliar, atau menyusut lebih dari 80%.
Terakhir, YM juga sempat beberapa kali digugat terkait wanprestasi termasuk terkait dana investasi uang patungan usaha hotel serta apartemen haji dan umrah yang putusannya akan dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang hari ini, rabu (22/6).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/dhf)[Gambas:Video CNBC]