Ekonomi Lagi Sulit, Mending Investasi Saham Atau Kripto?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Rabu, 15/06/2022 16:00 WIB
Foto: cover topik/Resesi Ekonomi_cover/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini pasar keuangan menawarkan beragam instrumen keuangan yang dapat menjadi peluang investasi bagi masyarakat luas. Beberapa aset yang paling digemari dan dekat dengan masyarakat saat ini termasuk saham di pasar ekuitas dan aset digital di pasar kripto.

Secara global, kedua aset tersebut mengalami penurunan yang cukup dalam tahun ini, meskipun secara spesifik di dalam negeri, pasar modal Tanah Air masih cukup tangguh dan memberikan pengembalian positif.

Indeks acuan utama Wall Street pekan ini resmi memasuki bear market atau telah turun lebih dari 20% dari level tertinggi sebelumnya di bulan Januari lalu. Tren bearish tersebut merupakan cerminan tidak langsung akan respons pasar keuangan terhadap kondisi ekonomi AS dan global yang sedang dihantam inflasi tinggi dengan potensi resesi.


Sama halnya dengan pasar ekuitas, aset kripto yang semula dianggap dapat menjadi lindung nilai melawan inflasi juga tersungkur tahun ini, bahkan lebih parah dari pasar ekuitas. Jika ditarik sedikit ke belakang, dari November 2021 hingga saat ini pasar kripto telah kehilangan kapitalisasi pasar hingga US$ 2 triliun menjadi tersisa sekitar US$ 1 triliun saat ini.

Pelemahan yang terjadi saat ini memang wajar dan sudah diprediksi akan terjadi, mengingat injeksi 'uang murah' selama pandemi menjadi bahan bakar utama reli harga instrumen finansial berisiko, dan tentu saja tidak berkelanjutan.

Ke depannya, pasar keuangan tampaknya akan kembali memburuk sebelum akhirnya membaik, mengingat The Fed yang berencana untuk menaikkan suku bunga secara agresif dan mulai akan melakukan pengetatan kuantitatif (QT) dengan merampingkan postur asetnya.

Akan tetapi dalam setiap krisis tentu terdapat peluang yang tersembunyi. Investor tentu harus peka melihat kondisi pasar dan memilih instrumen dan waktu yang tepat untuk memastikan pengembalian yang maksimal.

Secara spesifik di pasar ekuitas, bear market sudah terjadi empat kali abad ini, termasuk yang saat ini terjadi. Tingkat keparahan juga berbeda-beda pula, dengan tren bearish jaman pandemi Covid-19 menjadi yang paling cepat dan meletusnya gelembung dot com awal abad ke-21 menjadi yang terburuk.

Selama pasar ekuitas AS hancur akibat valuasi tidak masuk akal perusahaan internet memasuki pergantian milenia (dot com bubble), indeks S&P 500 ambles dan mencapai bottom 49% dari level tertinggi. Level terendah itu dicatatkan setelah 635 hari perdagangan (nyaris tiga tahun) dan kembali ke level tertinggi awal lebih dari 1.000 hari perdagangan selanjutnya.

Tentu posisi terbaik untuk mengoleksi saham di pasar ekuitas adalah ketika pasar mencapai bottom, akan tetapi hal tersebut sangat sulit diprediksi, jika tidak mustahil.

Tren bearish selama krisis keuangan 2008 membuat S&P 500 mencapai bottom di 57% pada hari perdagangan ke-355 (nyaris dua tahun) pasca menorehkan level tertinggi dan kembali ke level tertinggi sebelumnya lebih dari 1.000 hari perdagangan selanjutnya.

Paling optimis adalah bear market pandemi yang diikuti reli panjang dua tahun ke belakang. Tren bearish tersebut mencapai titik terendah 34% pada perdagangan hari ke-23 (nyaris 5 minggu) dan kembali ke level tertinggi semula 100 hari perdagangan kemudian.

Tren bearish saat ini sudah memasuki hari ke-100 perdagangan dari level tertinggi yang dicatatkan pada 3 Januari, dan sejak itu telah melemah lebih dari 21%.

Sulit diprediksi kapan dan di level berapa pasar akan mencapai bottom agar investor mendapat pengembalian paling maksimal. Apakah tren bearish akan berlangsung cepat seperti pandemi atau tahan lama seperti dot com bubble juga tetap menjadi misteri.


(fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Perang Berkobar, Saham & Investasi Mana Yang Bisa Cuan?

Pages