
2 Kali Chaos Besar di Pasar Kripto, Ga Pada Tobat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar kripto kembali mengalami crash pada perdagangan Senin hingga Selasa kemarin, di mana crash kripto sudah terjadi dua kali dalam periode semester I 2022.
Bitcoin pun sempat menyentuh level terendahnya selama 18 bulan terakhir, di mana Bitcoin sempat menyentuh kisaran US$ 21.000, bahkan nyaris menyentuh kisaran US$ 20.000.
![]() Bitcoin |
Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum pun bernasib sama, di mana koin digital (token) terbesar kedua tersebut sempat menyentuh kisaran US$ 1.100.
![]() Ethereum |
Crash kripto pertama terjadi pada awal Mei lalu, di mana Bitcoin, Ethereum, dan kripto lainnya mengalami koreksi harga yang cukup parah hingga menyentuh level terendahnya sejak Juli 2021. Saat itu, Bitcoin menyentuh kisaran US$ 26.000 dan Ethereum menyentuh kisaran US$ 1.800.
Tak hanya Bitcoin, Ethereum, dan kripto biasa yang ambruk, koin digital stablecoin pun sempat bernasib sama, tetapi lebih baik dari kripto biasa. Stablecoin Tether (USDT) pun sempat menyentuh kisaran US$ 0,95 per kepingnya.
Crash kripto pertama terjadi setelah adanya kasus jatuhnya dua token besutan Terra yakni Terra Luna (LUNA) dan TerraUSD (UST). Kasus ini membuat para investor skeptis akan token stablecoin yang digadang-gadang dapat mempertahankan pasaknya di US$ 1.
LUNA memiliki hubungan mutualisme dengan UST. Setiap ada UST diterbitkan, ada suplai LUNA yang dibakar, begitu pula sebaliknya. Seharusnya secara algoritme, ketika harga UST jatuh, ada UST yang di-burn dan LUNA yang diterbitkan. Nilai Terra LUNA bisa turun, jika UST dianggap tidak stabil.
"Blockchain Terra sempat berhenti untuk menghindari penyerangan governance pada jaringannya dan untuk membentuk rencana baru. Governance attack adalah kondisi saat token yang digunakan untuk hak suara dikendalikan sebagian besar oleh satu pihak saja sehingga bisa merusak atau mengubah jaringan," terang Afid.
UST sendiri merupakan proyek stablecoin yang dipatok dengan nilai tukar dolar AS. Token tersebut menawarkan penyimpanan nilai lebih baik untuk menghindari volatilitas mata uang kripto. Pengembang menawarkan target satu koin senilai US$ 1.
Meski kini LUNA sudah dibuatkan kembali token baru, yang dikenal sebagai Luna V.2, tetapi pada awal perdagangannya, Luna baru tak berjalan baik. Hal ini karena investor sudah cenderung tidak percaya lagi bahwa token baru Luna dapat lebih baik dari token Luna lama.
Setelah selama sebulan kasus jatuhnya LUNA dan UST, kini muncul kembali kasus yang membuat pasar kripto kembali crash untuk kedua kalinya sepanjang paruh pertama tahun ini.
Kasus tersebut yakni krisis likuiditas yang menimpa sebuah perusahaan peminjaman kripto asal Amerika Serikat (AS) yakni Celsius Network. Celsius melakukan penghentian sementara (suspensi) kegiatan penarikan dana oleh nasabah yang ingin menarik dananya dari kripto.
Dengan adanya kebijakan ini, maka nasabah di Celsius pun tak bisa menarik uangnya yang sebelumnya diinvestasikan di aset kripto.
Krisis Celsius tersebut pun membuat investor semakin khawatir bahwa risiko sistemik di pasar kripto cukup besar, karena dari sebagian besar investor masih belum melupakan kasus jatuhnya dua token besutan Terra yakni Terra Luna (LUNA) dan TerraUSD (UST) yang terjadi pada awal bulan lalu.
Investor khawatir bahwa potensi runtuhnya Celsius dapat menyebabkan lebih banyak sentimen negatif untuk pasar yang sudah goyah setelah runtuhnya stablecoin Terra.
Mirisnya, Celsius merupakan investor institusional dibalik Terra, tetapi mengatakan bahwa mereka memiliki eksposur "minimal" untuk proyek tersebut.
Hingga kabar tersebut berhembus dan dimuat di CNBC International, pihak dari Celsius pun tidak mengindahkan permintaan CNBC International untuk berkomentar.
"Dalam jangka menengah, semua orang benar-benar bersiap untuk lebih banyak penurunan," kata Mikkel Morch, direktur eksekutif dana lindung nilai kripto ARK36, dikutip dari CNBC International.
Monsur Hussain, direktur senior lembaga keuangan di Fitch Ratings mengatakan krisis likuiditas Celsius akan jauh lebih mengguncang pasar kripto daripada kasus jatuhnya dua token Terra. Krisis likuiditas Celsius akan menyebabkan bubble di pasar kripto pecah.
Celsius memiliki kehadiran besar dalam apa yang disebut ruang desentralized finance atau DeFi, yang bertujuan untuk menciptakan kembali produk keuangan seperti pinjaman tanpa keterlibatan perantara seperti bank.
Celsius memiliki banyak aset populer di dunia DeFi, termasuk Ethereum yang dipertaruhkan, versi Ethereum yang menjanjikan imbalan kepada pengguna atas simpanan mereka.
kata Omid Malekan, seorang profesor di Columbia Business School.
Sementara itu, saingan Celsius yakni Nexo dan BlockFi berusaha untuk mengecilkan kekhawatiran atas kesehatan operasi mereka setelah Celsius mengumumkan keputusannya untuk menghentikan penarikan.
Nexo mengatakan memiliki likuiditas dan posisi ekuitas yang solid serta telah menawarkan untuk mengakuisisi beberapa portofolio pinjaman Celsius.
Sedangkan BlockFi, mengatakan semua layanannya tetap beroperasi normal dan tidak memiliki "paparan nol" terhadap Ether yang dipertaruhkan.
Krisis likuiditas Celsius telah meningkatkan kekhawatiran adanya kemungkinan efek knock-on di pasar keuangan lainnya.
Beberapa analis setuju bahwa efek limpahan dari krisis Celsius kemungkinan akan terbatas pada kripto.
"Risiko penularan terbesar ada di dalam pasar kripto itu sendiri," kata Omid Malekan, profesor di Columbia Business School, dilansir dari CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Libur Tahun Baru Imlek 2023, Apa Kabar Harga Bitcoin Cs?