
Jadi Biang Kerok "Tsunami" Inflasi, Minyak Mentah Nanjak Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah masih menanjak di pekan ini, tak pelak "tsunami" inflasi terus melanda beberapa negara. Data terbaru dari Amerika Serikat (AS) menunjukkan inflasi kembali meroket.
Melansir data Refinitiv, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) di pekan ini melesat 1,5% ke US$ 120/barel, sementara jenis Brent naik 1,91% ke US$ 122,01/barel. Minyak mentah kini sudah menanjak dalam 7 pekan beruntun.
Masih belum berimbangnya supply dengan demand, utamanya akibat sanksi Amerika Serikat dan sekutu ke Rusia membuat harga minyak mentah terus menanjak. Yang terbaru, pemimpin Uni Eropa sepakat untuk melarang impor 90% minyak mentah Rusia pada akhir tahun.
Embargo minyak Rusia tersebut merupakan bagian dari paket sanksi keenam Uni Eropa terhadap Rusia sejak menyerang Ukraina. Organisasi Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) yang menaikkan tingkat produksinya juga belum mampu meredam kenaikan harga minyak mentah.
OPEC sepakan menaikkan produksi sebesar 648.000 barel per hari (bph) mulai bulan Juli dan Agustus nanti. Keputusan tersebut lebih tinggi dari rencana OPEC sebelumnya yang akan menaikkan produksi sebesar 432.000 bph.
Tingginya harga minyak mentah dan komoditas energi lainnya menjadi pemicu utama inflasi tinggi di beberapa negara.
Di Amerika Serikat, data terbaru menunjukkan inflasi pada Mei 2022 yang melesat 8,6% year-on-year (yoy), menjadi pemicu kenaikan emas. Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981. Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm).
Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi. Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%.
Tingginya harga komoditas energi, termasuk minyak mentah membuat dunia kini terancam mengalami pelambatan ekonomi. Beberapa negara termasuk Amerika Serikat bahkan terancam resesi.
Ketika harga minyak mentah tinggi, inflasi akan terus menanjak yang memukul konsumsi rumah tangga, salah satu tulang punggung perekonomian.
Guna meredam inflasi, bank sentral menaikkan suku bunga dengan agresif, hal ini bisa menghambat ekspansi dunia usaha, begitu juga konsumsi rumah tangga. Alhasil. pelambatan ekonomi tak bisa dihindari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Barat Teriak Inflasi, OPEC dan Rusia Tetap Cuek