
Biar Paham! Ini 5 Biang Kerok yang Buat Harga Minyak Mendidih

Kedua, berkurangnya produksi minyak di negara-negara berkembang. Ini adalah dampak dari kebijakan perusahaan minyak dari Amerika Serikat (AS) yang mengkonsolidasikan asetnya ke dalam negeri dan juga kebijakan dekarbonisasi yang membuat ongkos produksi jadi naik.
Itulah sebabnya beberapa proyek migas milik Chevron, Exxon dan ConocoPhillips di banyak negara berkembang dijual, seperti di Nigeria, Thailand, Indonesia dan Malaysia.
Selain faktor optimalisasi produksi yang fokus ke lapangan dengan sumber migas besar, perusahaan migas AS juga mulai mengantisipasi dampak pemberlakukan pajak karbon di sejumlah negara.
"Bagaimanapun pajak karbon akan menjadi beban tambahan bagi perusahaan migas, walaupun akhirnya biaya itu akan kembali dibebankan kepada konsumen," ujarnya.
Menurut Arcandra akibat konsolidasi perusahaan minyak AS tersebut, sudah pasti produksi minyak di lapangan yang mereka tinggalkan di negara-negara berkembang akan menurun. Peralihan ke operator baru tidak serta merta akan mampu menjaga produksi minyak tetap sama. Faktor kemampuan manusia, teknologi dan dana kata dia akan sangat menentukan.
Ketiga, strategi Uni Eropa yang beralih ke Renewable Energy mengakibatkan banyak lapangan migas di Laut Utara yang mestinya masih bisa ditingkatkan produksinya dibiarkan beroperasi apa adanya. Padahal tanpa investasi yang sungguh-sungguh untuk menahan penurunan laju produksi, mustahil kebutuhan minyak dunia terbantu dari produksi minyak di lapangan Laut Utara.
Kondisi ini diperparah oleh semakin susahnya mendapatkan akses pendanaan dari lembaga keuangan dunia dan investor yang secara ketat mensyaratkan ESG (Environmental, Social and Governance) yang lebih terencana.
Satu hal lagi yang menjadi kendala perusahaan migas di Eropa adalah, mahalnya biaya untuk mendapatkan lapangan eksplorasi yang ditawarkan oleh beberapa negara, seperti di offshore UK.
"Akibatnya kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru menjadi sangat rendah dan harapan akan produksi dari Laut Utara untuk memenuhi kebutuhan minyak dunia semakin pudar," kata Arcandra.
Faktor keempat yang mendorong naik harga minyak dunia adalah harapan akan kendaran listrik (EV) secara cepat dapat menggantikan kendaran berbahan bakar fosil (ICE) belum terwujud. Banyak hal yang menjadi penyebab kenapa penetrasi EV belum bisa masif.
Beberapa diantaranya adalah terbatasnya raw material untuk baterai, pembangunan charging station yang masih terbatas dan kekurangan chip yang sangat dibutuhkan untuk komponen elektronik mobil listrik.
Faktor kelima, persaingan antara pemenuhan kebutuhan pangan atau kebutuhan energi untuk biofuel. Akibat perang Rusia-Ukraina, bahan dasar untuk produksi biofuel dialihkan untuk pangan, biofuel yang diharapkan akan menggantikan fossil fuel belum bisa sepenuhnya diandalkan.
"Akibatnya kebutuhan dunia ke depan akan fossil fuel akan tetap tinggi. Ini tentu akan mendorong harga minyak dunia naik," kata dia.
(pgr/pgr)[Gambas:Video CNBC]