
Kemarin Cerah, Bitcoin cs Loyo Lagi Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kripto utama berbalik terkoreksi pada perdagangan Kamis (9/6/2022), menandakan bahwa periode volatilitas di pasar kripto masih belum berakhir.
Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:00 WIB hari ini, Bitcoin merosot 3,05% ke harga US$ 30.149,85/koin atau setara dengan Rp 438.077.321/koin (asumsi kurs Rp 14.530/US$), Ethereum melemah 1,76% ke US$ 1.786,86/koin atau Rp 25.963.076/koin.
Berikutnya dari beberapa koin digital (token) alternatif (altcoin) seperti Cardano terpangkas 2,14% ke US$ 0,6336/koin (Rp 9.206/koin), Solana drop 2,23% ke US$ 38,82/koin (Rp 564.055/koin), dan Dogecoin tergelincir 2,06% ke US$ 0,07934/koin (Rp 1.153/koin).
Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.
![]() |
Bitcoin kembali break ke zona psikologisnya di US$ 30.000, setelah pada perdagangan kemarin sempat menyentuh kisaran US$ 31.000.
Dalam sebulan terakhir, Bitcoin diperdagangkan di kisaran sempit yakni di antara US$ 29.000-US$ 30.000. Meski Bitcoin berulang kali mencoba untuk menembus zona psikologisnya di US$ 30.000, namun upaya Bitcoin tersebut tidak berlangsung lama.
Beberapa analis melihat ke depan bahwa risiko pasar masih akan terjadi, terutama terkait dengan inflasi global. Apalagi, dengan harga minyak mentah acuan dunia yang kembali meninggi, maka potensi inflasi masih berada di zona tinggi masih cukup besar.
Sebelumnya, harga minyak mentah acuan dunia kembali melonjak. Pada pukul 00:37 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 123,87 per barel. Melonjak 2,74% dan menjadi yang tertinggi sejak 8 Maret.
Sementara yang jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 122,65 per barel. Melejit 2,71% sekaligus jadi rekor tertinggi juga sejak 8 Maret.
"Investor terus menggaungkan narasi inflasi setiap kali harga energi naik," ujar Thomas Hayes, Managing Member di Great Hill Capital LLC yang berbasis di New York (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Dengan harga minyak dunia yang kembali meninggi, maka inflasi global masih cenderung meninggi, meski di Amerika Serikat (AS) sudah mulai melandai. Tetapi di Eropa, inflasi masih cukup tinggi.
Dengan inflasi yang masih meninggi, maka potensi semakin agresifnya bank sentral Amerika Serikat (AS) untuk menaikan suku bunga acuannya masih cukup besar.
Tak hanya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih berpotensi semakin hawkish, bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) juga berpotensi bersikap sama, di mana kenaikan suku bunga ECB masih akan terjadi selama inflasi di Benua Biru masih cenderung panas.
"Kami mulai mempertimbangkan pengetatan yang jauh lebih agresif oleh ECB," kata Edward Moya, analis pasar senior di broker Oanda, dikutip dari CoinDesk.
Di lain sisi, pemangkasan proyeksi ekonomi AS oleh Bank Dunia (World Bank) juga turut menjadi sentimen negatif bagi pasar kripto. Sebelumnya, Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospect edisi Juni memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada 2022 tumbuh 2,5%. Turun 1,2 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari dan jauh melambat ketimbang 2021 yang tumbuh di atas 5%.
"Ada risiko yang nyata tentang kenaikan harga energi lebih dari yang diperkirakan. Sebelumnya, kenaikan harga minyak terjadi saat sumber energi lainnya seperti batu bara dan gas alam melimpah. Sekarang harga seluruh bahan bakar fosil naik sehingga kemungkinan beralih ke sumber energi lain menjadi terbatas," sebut laporan Bank Dunia.
Pasar kripto telah berjuang melawan tren penurunan yang sudah terjadi sejak awal tahun, tetapi semakin parah karena adanya kejatuhan token Terra. Tak hanya akibat crash-nya token Terra, sentimen negatif di pasar kripto juga masih terjadi karena ketidakpastian regulasi dan adanya masalah lain di sejumlah protokol lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pecinta Kripto Merapat, Bitcoin Sentuh US$ 31.000!