Investor Masih Betah di SBN, Harganya Kembali Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 06/06/2022 19:05 WIB
Foto: Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (6/6/2022) awal pekan ini, menandakan bahwa investor di RI masih cenderung bermain aman di tengah ketidakpastian kondisi global.

Mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN tenor 5 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan harganya yang melemah.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 5 tahun naik 0,6 basis poin (bp) ke level 6,073% pada perdagangan awal pekan ini.


Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali melemah 3 bp ke level 6,966%. Yield SBN tenor 10 tahun masih bertahan kisaran level 6,9%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah AS (Treasury) juga cenderung melemah pada pagi hari ini waktu AS.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun cenderung turun tipis 0,2 bp ke level 2,953%, dari sebelumnya pada penutupan Jumat pekan lalu di level 2,955%.

Investor terus menilai kemungkinan kecepatan dan skala kenaikan suku bunga dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), dengan pembacaan inflasi periode Mei yang akan dirilis pada akhir pekan ini.

Indeks Harga Konsumen (IHK) AS periode Mei diperkirakan hanya sedikit lebih dingin dari periode April lalu, menandakan bahwa inflasi di Negeri Paman Sam telah mencapai puncaknya.

Pernyataan terbaru dari beberapa anggota The Fed menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga 50 basis poin (bp) atau setengah poin persentase kemungkinan tetap dilakukan pada pertemuan bulan Juni dan Juli mendatang.

Sementara itu pada Jumat pekan lalu, Departemen Ketenagakerjaan AS mengumumkan perekonomian Negeri Paman Sam menciptakan 390.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll/NFP) pada Mei 2022. Ini adalah pencapaian terendah sejak April 2021.

Jadi meski angka penciptaan lapangan kerja relatif rendah, tetapi tetap jauh di atas perkiraan. Artinya, pemulihan ekonomi di Negeri Paman Sam masih berada di jalur yang tepat.

Oleh karena itu, pasar menilai bahwa The Fed tetap akan sangat agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Pada akhir 2022, berdasarkan CME FedWatch, pelaku pasar memperkirakan The Fed akan mengerek Federal Funds Rate ke 2,75-3% dengan probabilitas 54,6%. Saat ini suku bunga acuan masih di 0,75-1%.

"Angka non-farm payroll cukup solid. Data ini menjadi penyokong untuk kenaikan suku bunga pada paruh kedua 2022," ujar Minh Trang, Senior Currency Trader di Silicon Valley Bank yang berbasis di California (AS), seperti diberitakan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas