Sektor Properti Diramal Bangkit Tahun Ini, Apa Terbukti?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor properti yang sempat tertekan akibat pandemi covid-19, diramal akan bangkit tahun ini. Hal ini salah satunya didorong oleh berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah, termasuk insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
Pertengahan Februari lalu, Wakil Menteri Keuangan Indonesia, Suahasil Nazara dalam Property Oulook 2022 yang dihelat CNBC Indonesia mengungkapkan bahwa sektor properti masih menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pada 2022 ini kita lihat ini diberikan selama 9 bulan sampai September nanti yaitu insentif PPN DTP 50% diskon penjualan rumah yang paling tinggi Rp2 miliar dan diskon 25% dengan harga jual rumah Rp2 miliar hingga Rp5 miliar," ungkap Suahasil.
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Dewan Kehormatan Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Jawa Barat Asep Ahmad Rosidin, yang dilansir Detik.com mengungkapkan bahwa bisnis properti sudah kembali meningkat tahun ini.
Lalu apakah kondisi sektor riil tersebut sudah tumbuh sesuai dengan prediksi? Menggunakan data kinerja sejumlah emiten properti terbesar di Tanah Air, Tim Riset CNBC Indonesia menemukan bahwa ramalan tersebut memang mulai terlihat, meskipun di beberapa metrik kondisi di sektor properti masih jauh dari harapan.
Sebagai catatan, masih terdapat beberapa emiten properti besar yang masih belum melaporkan kinerja interim untuk kuartal pertama tahun ini yakni Pakuwon Jati (PWON), Alam Sutera Realty (ASRI) dan Puradelta Lestari (DMAS).
Adapun 10 emiten properti besar yang telah melaporkan kinerja keuangannya yakni Sentul City (BKSL), Bumi Serpong Damai (BDSE), Ciputra Development (CTRA), Kawasan Industri Jababeka (KIJA), Lippo Cikarang (LPCK), Lippo Karawaci (LPKR), Plaza Indonesia Realty (PLIN), PP Properti, Summarecon Agung (SMRA) dan Surya Semesta Internusa (SSIA).
Dari sepuluh emiten properti besar tersebut, diketahui bahwa total agregat pendapatan tercatat naik 7,07% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian total pendapatan tersebut masih sedikit kurang dari seperempat total pendapatan tahun lalu atau 23,47%.
Dari sepuluh emiten tersebut, tujuh diantarnya mencatatkan kenaikan pendapatan dengan yang terbesar dibukukan oleh PPRO dan SSIA yang mampu tumbuh lebih dari 70% secara tahunan (yoy). Adapun dari tiga emiten lainnya, penyusutan terbesar dicatatkan oleh BKSL yang pendapatannya turun hingga 78% tahun ini.
Adapun empat emiten yang pendapatannya menyentuh 13 digit, tiga diantarnya tercatat naik masing-masing lebih dari 20%, dengan hanya LPKR yang tertekan 12,07% di tiga bulan pertama tahun ini.
(fsd)