
Spekulasi Reda, 'Meja Judi' di Pasar Saham Tutup

Jakarta, CNBC Indonesia - Era spekulasi terhadap saham teknologi sepertinya mulai berakhir pada tahun ini. Kini, investor mulai serius berinvestasi di saham-saham yang fundamentalnya cenderung baik.
Investor telah belajar banyak pelajaran sulit sejauh ini, di mana pasar saham global mengalami volatilitas yang cukup ekstrem pada tahun ini.
Faktor-faktor seperti ekonomi, pendapatan, dan penilaian yang mungkin terdengar seperti peninggalan kuno di masa lalu, masih penting bahkan di dunia yang tampaknya didominasi oleh kalangan investor yang ramai akibat adanya 'meme' terkait investasi di website diskusi Reddit.
Memilih saham yang berkinerja baik disaat era inflasi global yang tinggi dan pengetatan kebijakan moneter bank sentral negara maju tidaklah mudah. Banyak saham teknologi spekulatif yang jatuh karena kekhawatiran tentang kondisi fundamentalnya dan kenaikan atau penurunan harganya tidak wajar.
Menurut Peter Mallouk, president dan CEO di Creative Planning, sebuah perusahaan wealth management mengatakan bahwa kondisi saham teknologi yang sangat spekulatif kini diibaratkan sebuah kasino yang mau gulung tikar.
"Kasino ditutup," kata Peter, dikutip dari CNN International.
"Hari-hari stimulus telah berakhir, kini pasar lebih banyak berpikir dan memantau fundamentalnya serta spekulasi-spekulasi akan saham-saham ini dinilai sudah mati," tambah Mallouk.
Mollouk menyatakan bahwa investor dan trader kini tidak dapat lagi menduga-duga pergerakan saham teknologi yang terkait dengan cryptocurrency atau saham teknologi yang kinerja keuangannya terus merugi.
Para spekulan jauh lebih mudah melakukan aksinya saat bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) masih cenderung dovish, di mana pada saat itu The Fed masih menggelontorkan banyak stimulus untuk memulihkan perekonomian akibat terdampak dari pandemi virus corona (Covid-19).
![]() |
Bahkan, banyak investor tidak memiliki pengalaman menavigasi pasar ketika The Fed mulai bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuannya untuk mendinginkan inflasi di Negeri Paman Sam yang masih panas.
"Dunia terbangun dengan fakta bahwa era suku bunga nol persen telah selesai," kata Max Wasserman, salah satu pendiri Miramar Capital, dilansir dari CNN International
"Saat era suku bunga rendah, banyak orang mengambil risiko secara berlebihan karena mereka berpikir saat pasar saham mengalami kejatuhan, The Fed bisa memangkas suku bunga. Investor bisa saja mengambil posisi buy on dip karena The Fed mendukungnya. Tapi era ini sepertinya sudah berakhir," tambah Wasserman.
Mulai Fokus Pada Fundamental
Dalam berinvetasi di suatu saham, kini investor cenderung mulai memperhatikan fundamentalnya dibandingkan dengan hanya berdasar dari spekulasi, teknikalnya, maupun rumor.
Beberapa investor yang saat era banjir stimulus Covid-19 mengejar saham 'meme' seperti GameStop (GME) dan AMC (AMC) dan berhasil mendapatkan keuntungan yang cukup besar, kini mungkin saja mengalami kerugian yang cukup besar akibat harga sahamnya terus mengalami koreksi parah.
"Banyak orang yang terpengaruh akibat adanya aksi beli massal saham GameStop akibat adanya aksi short sell dari para hedge fund, sehingga saham-saham teknologi pun diincar oleh para investor ritel di AS, tetapi mungkin kini mereka harus menanggung kerugian yang cukup besar, dan mereka menyesal telah mengikuti ajakan tersebut," kata Lindsey Bell, chief markets and money strategist di Ally, sebuah website komunitas keuangan.
Tetapi Bell mencatat bahwa investor yang cerdas memilih saham yang baik masih dapat membuat keputusan investasi yang cerdas, selama mereka mempertahankan gaya investasi yang sangat praktis dan mereka tidak panik dalam merespons kejatuhan saham teknologi tersebut.
"Ketika saham turun, bear market kian dekat dan volatilitas pasar cenderung tinggi, investasi dengan cara menebak-nebak, bagi mereka yang paham market adalah hal yang normal," tambah Bell.
Sementara itu, Wasserman mengatakan bahwa pemilihan saham hanya dari modal tebak-menebak masih bisa dilakukan. Hanya saja, kini saatnya investor mencari perusahaan berkualitas yang bisa tentunya berkinerja baik serta cenderung kebal terhadap kenaikan suku bunga dan perlambatan ekonomi global.
"Anda tidak akan terus membuang uang dan mengharapkan segalanya naik. Ketika Anda membeli ETF, Anda hanya membeli sekeranjang saham dan semua orang membeli keranjang yang sama, inilah yang namanya berinvestasi tanpa diversifikasi, risikonya sangatlah besar," kata Wasserman.
Oleh karena itu, Wasserman secara khusus merekomendasikan saham-saham blue chip, saham-saham yang secara fundamental cukup baik, apalagi saham-saham yang konsisten membayar dividennya.
Dia juga menyarankan kepada investor agar dapat melakukan diversifikasi investasi, baik tak hanya dalam satu sektor saham atau diversifikasi berbagai aset investasi, tak hanya di aset saham atau kripto saja.
(hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Libur Lebaran, Saham Teknologi Malah Diobral Investor