Kritik BI Naikan GWM Bank, Banggar DPR: Hati-hati!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 31/05/2022 17:55 WIB
Foto: Kementerian Keuangan Rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam penyampaian dan pengesahan Laporan Panja-panja dalam rangka Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2021 DAN RKP Tahun 2021. (CNBC Indonesia/Lidya Julita Sembiring)

Jakarta, CNBC Indonesia - Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah pada bank umum konvensional secara resmi akan naik dari 5% menjadi 6% mulai besok, 1 Juni 2022. Sayangnya, langkah kenaikan GWM ini justru mendapat kritik pedas dari Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Ketua Banggar Said Abdullah menjelaskan, ketegangan di kawasan Eropa Timur dan kebijakan sejumlah bank sentral, terutama The Fed melakukan 'normalisasi' kebijakan moneter mengakibatkan ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat.

"Efeknya sudah kita rasakan di pasar keuangan, aliran keluar investasi portofolio meningkat. Untuk menjaga stabilitas sektor keuangan, kita mengharapkan ada bauran kebijakan sektor moneter dan fiskal yang terukur," jelas Said dalam rapat kerja dengan pemerintah dan BI, Selasa (31/5/2022).

Sepanjang inflasi masih rendah, Said berharap suku bunga acuan tetap dipertahankan dan terus bisa memberikan insentif kepada bank-bank untuk menyalurkan kredit pada sektor prioritas dan UMKM.

Kendati demikian, Said menilai kebijakan BI untuk menaikan GWM secara bertahap hingga September 2022 ke posisi sebesar 9% tidak tepat.

"Justru akan semakin memperketat likuiditas. Kita mengharapkan kebijakan ini harus hati-hati. Sebab tidak ada artinya suku bunga acuan rendah bila GWM dinaikkan, situasinya akan tetap menghimpit perbankan dalam menyalurkan kredit pada sektor riil," jelas Said.



Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo melaporkan mulai melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikan GWM rupiah secara bertahap.

Secara rinci, kewajiban GWM rupiah untuk bank umum konvensional, yang saat ini sebesar 5% naik menjadi 6% mulai 1 Juni 2022, dan naik bertahap menjadi 7,5% mulai 1 Juli 2022, dan 9% mulai 1 September 2022.

Kemudian kewajiban GWM rupiah untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah, yang saat ini sebesar 4% menjadi 4,5% mulai 1 Juni 2022, 6% mulai 1 Juli 2022, dan 7,5% mulai 1 September 2022.

Adanya kebijakan GWM ini, kata Perry akan membuat likuiditas perbankan susut hingga Rp 110 triliun.

"Secara keseluruhan ini memang dengan kenaikan GWM ini akan mengurangi likuiditas di perbankan sekitar Rp 110 triliun, namun rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) masih tinggi sekira 28% sampai akhir tahun ini. Masih jauh di atas rasio sebelum pandemi Covid yang sebesar 21%," jelas Perry dalam konferensi pers, Selasa (24/5/2022).



(cap/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Beda Arah "Jurus" Bank Sentral Dunia Atasi Ketidakpastian Dunia