Harga 'Harta Karun' Mulai Berguguran, Besok Naik Lagi?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
30 May 2022 17:59
Tambang batu bara PT Adaro Indonesia
Foto: Adaro Energy

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas dunia berada di posisi yang lebih rendah dibandingkan puncaknya pada bulan Maret. Namun masih terjaga dalam tren naik. Apakah puncaknya dapat disentuh kembali?

Pada Maret, harga komoditas dunia kompak melesat, mengukir harga tertinggi sepanjang masa. Serangan Rusia ke Ukraina jadi faktor penyebabnya.

Rusia adalah pemasok utama komoditas energi seperti minyak dan gas dunia. Begitu pula di komoditas logam, Rusia berkontribusi terhadap supply nikel dunia.

Konflik yang pecah di Eropa Timur kemudian berdampak pada sanksi terhadap Kremlin. Rusia kemudian 'dikucilkan' dari sistem keuangan dunia, yang secara tidak langsung menghambat ekspor produk-produk dari Rusia.

Masalahnya ekspor andalan Rusia adalah komoditas. Sehingga pasokan jadi seret. Ditambah langkah Amerika Serikat memboikot migas Rusia menambah pelik rantai pasokan komoditas dunia.

Di tengah kekhawatiran pasokan tersebut harga komoditas melejit tinggi. Menciptakan rekor-rekor tertinggi sepanjang masa.

Oil facilities are seen on Lake Maracaibo in Cabimas, Venezuela January 29, 2019. REUTERS/Isaac UrrutiaFoto: Ilustrasi: Fasilitas minyak terlihat di Danau Maracaibo di Cabimas, Venezuela, 29 Januari 2019. REUTERS / Isaac Urrutia
Oil facilities are seen on Lake Maracaibo in Cabimas, Venezuela January 29, 2019. REUTERS/Isaac Urrutia

Harga batu bara mencapai US$ 446 per ton. Kemudian harga minyak mentah dunia jenis brent menyentuh US$ 139 per barel. Begitu juga dengan harga logam seperti nikel yang mencapai US$ 100.000 per ton dan timah hingga Rp 48.650 per ton.

Akan tetapi, setelah itu harga kemudian mendingin. Laju komoditas menjadi melambat, tidak seagresif saat pertama saling serang Rusia dan Ukraina.

Ada dua penyebab utama yang membuat harga komoditas kemudian melandai. Pertama, konsumen utama komoditas dunia, China, harus lockdown akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Saking dominannya, permintaan hasil alam dunia China mampu menggerakkan harga global.

Kebijakan lockdown akibat gelombang baru pandemi Covid-19 di Shanghai dalam 2 bulan terakhir telah memukul ekonomi kota tersebut. Akibatnya, rantai pasok dunia pun ikut terganggu.

Paling terpukul dari kebijakan lockdown adalah logam industri. Bahkan Nikel kembali ke level US$ 26.000 per ton.

Kedua, kenaikan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserves/The Fed. Kenaikan suku bunga dipandang para pelaku pasar dapat menimbulkan resesi, yang kemudian mempengaruhi daya beli. Ujung-ujungnya permintaan akan komoditas akan berkurang. Efek lainnya adalah dolar yang melambung membuat harga komoditas menjadi mahal.

Akan tetapi, para analis masih optimis bahwa harga komoditas masih akan menguat sepanjang tahun ini. Penyebabnya adalah pasokan yang masih berada di level rendah dan pembukaan kembali ekonomi, terutama China. 

Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi memperkirakan harga batu bara kemungkinan akan bergerak menguat pada pekan ini. Menurutnya, harga batu bara juga berpeluang kembali tembus US$ 400 meskipun tidak akan melesat jauh dari radar tersebut.

"(Harga) akan cenderung stay atau naik. Masih akan kuat di level US$ 400 bawah," tutur Zuhdi, kepada CNBC Indonesia.

Zuhdi menjelaskan sejumlah faktor positif akan mendongkrak harga batu bara pekan ini. Di antaranya adalah masih besarnya permintaan dari India serta dibukanya kembali perekonomian China.

"Faktor lainnya adalah pasokan energi lain seperti gas dan minyak di beberapa negara termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat yang menipis," imbuhnya.

Kendala pasokan masih akan membayangi komoditas migas. Menggantikan Rusia tidak mudah. Pasalnya Rusia berkontribusi terhadap 11% minyak dunia dan 16% terhadap produksi gas alam dunia pada tahun 2020.

Sementara itu, harga gas alam dengan patokan Henry Hub diperkirakan akan naik menjadi US$ 5,27 per mmbtu pada tahun 2022. Ini akan jadi yang tertinggi sejak 2008. Mengutip Reuters, Bank Amerika memperkirakan harga gas akan mencapai US$ 6.4 per mmbtu.

JPMorgan memproyeksikan rata-rata harga minyak mentah dunia pada semester II-2022 di US$ 114 per barel. Ini lebih tinggi dibanding rata-rata harga minyak mentah pada semester I-2022 sebesar US$ 102 per barel.

Di sektor logam, Fitch Solution memberikan proyeksi rata-rata harga nikel dunia pada tahun 2022 sebesar US$ 27.500/ton, melonjak 49% dibandingkan rerata harga tahun 2021 sebesar US$ 18.466/ton.

Selain itu, Fitch Solution memprediksi rata-rata harga timah dunia sebesar US$ 42.000/ton. Naik 35% dibandingkan rata-rata harga pada tahun 2021 sebesar US$ 31.172/ton.

Peluang harga komoditas untuk mencapai puncaknya masih ada seiring dengan konflik yang terus berlangsung di Ukraina. Pun dengan pembukaan kembali Shanghai dari lockdown dapat menjadi sentimen positif bagi harga komoditas.

Meski demikian resesi dan kenaikan suku bunga The Fed akan membayangi laju harga komoditas.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Potensi Perdamaian Rusia-Ukraina, Harga Komoditas Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular