Bunga Kredit Turun Nyaris ke Bawah 9%, Tapi Akan Naik Tinggi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 May 2022 13:35
Bank Indonesia
Foto: cover topik/ suku bunga BI luar/ Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mulai menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) sejak bulan Maret lalu. Langkah yang diambil BI untuk menyerap likuiditas tersebut dilakukan saat bank sentral utama dunia agresif menaikkan suku bunga.

Pada bulan Maret lalu, BI menaikkan GWM bank umum konvensional (BUK) naik 100 basis poin menjadi 5% dan untuk bank umum syariah (BUS) sebesar 50% menjadi 4%.

Meski demikian, suku bunga perbankan masih terus menunjukkan tren penurunan. Berdasarkan laporan Analisis Perkembangan Uang Beredar (M2) edisi April yang dirilis BI hari ini, menunjukkan rata-rata tertimbang suku bunga kredit turun 10 basis poin dari bulan sebelumnya menjadi 9,01%.

biFoto: Bank Indonesia

Meski demikian, penurunan tersebut masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan penurunan tingkat suku bunga acuan BI yang sudah dilakukan sejak tahun 2019.

Pada Juli 2019, BI menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverser Repo Rate sebesar 25 basis poin dari 6% menjadi 5,75%. Setelahnya BI secara bertahap terus menurunkan suku bunga dan semakin agresif saat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda di Maret 2020. Hingga Februari 2021 suku bunga acuan BI berada di 3,5%, sudah turun 250 basis poin dalam kurang dari 2 tahun.

Hingga saat ini, BI masih mempertahankan suku bunga di rekor terendah sepanjang masa tersebut dalam 15 bulan beruntun.

Penurunan suku bunga acuan sebesar 250 basis poin tersebut belum sejalan dengan penurunan suku bunga kredit. Pada Juni 2019, rata-rata tertimbang suku bunga kredit sebesar 10,73%, berdasarkan Analisis Perkembangan Uang Beredar (M2) edisi Juli 2019.

Artinya, sejak BI pertama kali menurunkan suku bunga hingga saat ini, suku bunga kredit mengalami penurunan sebesar 172 basis poin.

Sebaliknya, penurunan tajam terjadi di suku bunga simpanan berjangka. Pada Juni 2019 tenor 1 bulan berada di level 6,76% sementara di bulan April sebesar 2,83%, turun 393 basis poin. Tenor 3 dan 6 bulan masing-masing turun 391 dan 401 basis poin menjadi 2,88% dan 3,25%.

Rata-rata tertimbang suku bunga simpanan tenor 12 dan 24 bulan juga mengalami penurunan menjadi 3,36% dan 4,1% dibandingkan Juni 2019 7,05% dan 7,34%.

Meski demikian, jika dibandingkan bulan Maret 2022, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka tenor 24 bulan mengalami kenaikan 14 basis poin, tenor lainnya menurun.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Makin Agresif Kerek GWM, Suku Bunga Kredit Bakal Naik?

Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM sebanyak 3 kali pada Maret, Juni dan September.

Maret lalu GWM untuk bank umum konvensional (BUK) naik 100 basis poin menjadi 5%. Untuk bank umum syariah (BUS) dinaikkan 50 basis poin menjadi 4%. GWM tersebut awalnya akan dinaikkan lagi pada Juni dan September, sebesar 100 dan 10 basis poin untuk BUK, dan masing-masing 50 basis poin.

Namun, dalam pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa (24/5/2022) lalu, BI bertindak lebih agresif dengan kembali menaikkan GWM, bahkan mempercepat lajunya.

Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September. Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.

Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun.

"Secara keseluruhan ini memang dengan kenaikan GWM ini akan mengurangi likuiditas di perbankan sekitar Rp 110 triliun" jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (24/5/2022).

Meski demikian, Perry menyebut kenaikan GWM tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan menyalurkan kredit sebab likuiditas dikatakan masih sangat longgar.

"Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi sekira 28% sampai akhir tahun ini, masih jauh di atas rasio sebelum pandemi Covid yang sebesar 21%," kata Perry.

Dengan likuiditas yang masih longgar, maka suku bunga kredit kemungkinan masih belum akan naik selama beberapa waktu ke depan. Apalagi, BI juga memberikan insentif bagi perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas.

Pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar 2%, yaitu melalui insentif atas pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5%, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5%.

Selain itu, BI juga memperluas cakupan subsektor prioritas dari 38 subsektor menjadi 46 subsektor yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu resillience (kelompok yang berdaya tahan), growth driver (kelompok pendorong pertumbuhan), dan slow starter (kelompok penopang pemulihan).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular