
Gara-gara LUNA & UST, Bos-Bos Kripto Ngaku Jadi Miskin Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejatuhan dua kripto besutan Terra yakni Terra Luna (LUNA) dan TerraUSD (UST) pada pekan lalu membuat kekayaan bos-bos di sektor kripto pun menyusut cukup besar.
Salah satunya yakni bos perusahaan pertukaran (exchange) kripto terbesar di dunia yakni Binance yang mengaku mengalami kerugian yang cukup besar setelah adanya kejatuhan dua koin digital (token) LUNA dan UST pada pekan lalu.
Pada tahun 2018 silam, Binance menempatkan dananya sebesar US$ 3 juta dalam bentuk token LUNA dan menerima 15 juta token tersebut sebagai imbalannya.
Saat harga LUNA mencapai rekor tertingginya pada April lalu, dana Binance yang ditempatkan di LUNA melonjak menjadi US$ 1,6 miliar. Namun saat harganya ambruk parah, token LUNA yang dimiliki Binance pun menyusut parah hingga kini bernilai sekitar US$ 2.391 saja.
"Modal kami di LUNA mencapai US$ 3 juta, kemudian melonjak menjadi US$ 1,6 miliar. Tetapi saat harga LUNA jatuh, kami menderita kerugian yang amat besar, di mana nilai LUNA kami kini hanya mencapai US$ 2.391 saja," kata Changpeng Zhao, CEO Binance dalam sebuah tweet-nya, dikutip dari Fortune, Rabu (18/5/2022) lalu.
Tak hanya Binance saja, kekayaan pendiri bursa kripto terbesar kedua di dunia, FTX, yakni Sam Bankman-Fried juga turun setengahnya menjadi US$ 11,3 miliar (Rp 164,7 triliun).
Selain itu, kekayaan pendiri Coinbase, bursa kripto terbesar ketiga di dunia yakni Brian Armstrong juga menyusut US$ 11,4 miliar (Rp 167 triliun) menjadi US$ 2,2 miliar (Rp 32 triliun), berdasarkan data dari Bloomberg Billionaires Index. Namun sebelum adanya kejatuhan LUNA dan UST, kekayaan Armstrong memang sudah menurun sejak November 2021.
Dilaporkan pada akhir Maret kekayaannya mencapai US$ 8 miliar (Rp 116,6 triliun), yang ternyata juga menurun dari US$ 13,7 miliar (Rp 199,7 triliun) pada November lalu. Ini terjadi tak lama setelah aksi jual mata uang digital dari Bitcoin ke Ether yang memicu penurunan tajam dalam nilai pasar Coinbase, dikutip dari Fortune, Kamis (12/5/2022).
Saham Coinbase pun sempat anjlok 84% dan ditutup di level US$ 53,72 (Rp 783 ribu) pada Rabu lalu, setelah Coinbase memperingatkan volume perdagangan dan pengguna transaksi bulanan diperkirakan lebih rendah pada kuartal kedua.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan soal kemampuan Coinbase menahan penurunan tajam harga kripto. Akhirnya Armstrong buka suara soal hal ini di akun Twitternya, dan meyakinkan tidak ada risiko kebangkrutan perusahaan serta dana pengguna aman.
Tak hanya Armstrong, pendiri Coinbase lainnya yakni Fred Ehrsam juga mengalami hal serupa. Kekayaannya turun lebih dari 60% tahun ini, dan hanya memiliki US$ 1,1 miliar (Rp 16 triliun).
Selain Binance, FTX, dan Coinbase, kekayaan pendiri perusahaan pertukaran kripto lainnya juga dilaporkan menurun. Seperti pendiri bursa kripto Gemini, yakni Tyler dan Cameron Winklevoss yang juga kehilangan sekitar US$ 2,2 miliar (Rp 32 triliun) atau 40% kekayaan keduanya tahun ini.
Selanjutnya ada CEO Galaxy Digital, Michael Novograts juga bernasib sama di mana kekayaannya anjlok US$ 2,5 miliar (Rp 36,4 triliun) dari US$ 8,5 miliar (Rp 123,9 triliun) pada awal November.
"Saya mungkin satu-satunya pria di dunia yang memiliki tato Bitcoin dan tato Luna," kata dia pada konferensi Bitcoin 2022 di Miami 6 April lalu.
Kejatuhan token LUNA dan UST tak hanya membuat pasar kripto crash pada pekan lalu, tetapi banyak orang yang dilaporkan mengalami kerugian yang cukup besar.
LUNA merupakan aset kripto proyek berbasis blockchain yang dikembangkan oleh Terraform Labs di Korea Selatan.
Terra memiliki ambisi sebagai platform yang menciptakan stablecoin yang dikaitkan dengan uang resmi yang diterbitkan oleh bank sentral.
Tujuannya untuk mendukung sistem pembayaran global dengan settlement yang cepat dan terjangkau seperti contohnya Alipay di blockchain. Pengembang menawarkan target satu koin senilai US$ 1.
LUNA memiliki peran yang vital untuk menstabilkan harga dari stablecoin yang ada di ekosistem Terra dan mengurangi volatilitas pasar. Ketika UST turun sedikit maka LUNA akan dijual atau dibakar (dihancurkan) untuk menstabilkan harga.
UST merupakan stablecoin algoritmik. Alih-alih memiliki uang tunai dan aset riil lainnya yang disimpan sebagai cadangan untuk mendukung token, proyek ini menggunakan campuran kode yang komplek dan LUNA untuk menstabilkan harga
LUNA dan UST memang menjadi penyebab utama crash kripto pada Kamis (12/5/2022) pekan lalu. Namun, Bitcoin yang dikabarkan menjadi cadangan tambahan di ekosistem Terra turut membuat harga Bitcoin ambruk dan sempat menyentuh level terendahnya sejak Juli 2021.
Jika Bitcoin ambruk parah, maka bahayanya akan merembet ke koin digital (token) lainnya dan terjadilah crash pada Kamis pekan lalu. Hal ini karena kapitalisasi pasar Bitcoin memiliki bobot yang cukup besar terhadap kapitalisasi pasar kripto keseluruhan.
Umumnya, stablecoin memiliki basis atau underlying yang bersifat aman seperti mata uang fiat dengan contoh yang paling banyak diadopsi adalah dolar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, underlying stablecoin dapat berupa obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah, seperti di USD Coin (USDC) yang memakai dolar AS dan US Treasury jangka pendek.
Namun di stablecoin Terra atau UST, underlying-nya berupa algortimic stable token. Underlying terakhir ini yang menjadi basis LUNA, yang secara tidak langsung turut mempengaruhi underlying UST.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Miskin Lagi' Karena Luna, Bos Binance Biasa Hidup Susah