Menurut Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), ekspansi bisnis perusahaan batu bara ke pertambangan nikel, bahkan ekosistem kendaraan listrik ini karena dipicu oleh rencana bisnis jangka panjang perusahaan.
"Bagi perusahaan batu bara, berkah dari harga komoditas akhir-akhir ini sebagian digunakan untuk investasi dan investasi ke ekosistem kendaraan listrik, termasuk ke nikel, tentu jadi salah satu yang menjanjikan," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/05/2022).
Sementara dari sisi produksi batu bara, menurutnya perusahaan batu bara tetap akan memproduksi sesuai dengan umur cadangan batu bara yang dimiliki.
"Dalam jangka pendek prospek permintaan (batu bara) cukup menguat, meski ada sedikit pengurangan akibat kebijakan zero Covid policy di Tiongkok, tapi itu tidak akan berlangsung lama," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA) Djoko Widajatno. Djoko menilai, ekspansi bisnis perusahaan tambang batu bara ke bisnis tambang nikel hingga ekosistem kendaraan listrik ini pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja keuangan dan kinerja manajemen.
Selain itu, lanjutnya, yang tak kalah penting yaitu terkait persiapan menuju transisi energi.
"Untuk memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan diversifikasi usaha," ujarnya.
Namun demikian, menurutnya perusahaan batu bara diperkirakan tidak akan meninggalkan bisnis batu bara ini. Menurutnya, bisnis batu bara akan tetap menjadi prioritas perusahaan, terutama karena dalam jangka pendek atau setidaknya 10 tahun ke depan, permintaan batu bara dunia diperkirakan masih akan tetap tinggi.
"Permintaan India dan China yang sedang mengalami musim panas butuh energi untuk pendinginnya, jika memungkinkan mereka minta untuk ditambah, Jepang, dan Korea, Hongkong, dan Singapura, dan lain-lain juga," tuturnya.
Menurutnya, karena permintaan batu bara diperkirakan masih akan tetap tinggi, sambil menyiapkan energi bersih, dan tentunya kalau berhasil membuat batu bara adalah energi yang bersih dan mengurang emisi CO2, sehingga produksi batu bara diperkirakan tetap tinggi dalam rangka menggapai keuntungan untuk membiayai lahirnya energi bersih tersebut.
"Ini murni diversifikasi dan juga menginvestasikan hasil dari batu bara ke industri nikel dan lainnya," ucapnya.
Djoko mengatakan, karena pada umumnya perusahaan batu bara masih memiliki izin tambang 10 tahun lagi dan dapat diperpanjang, maka perusahaan akan mempertahankan produksi yang tinggi sehubungan permintaan pelanggan dan keuntungan yang diperoleh.
"Belum ada revisi RUEN (Rencana Umum Energi Nasional), jadi penurunan pemakaian batu bara baru terlihat di tahun 2050, dengan harapan energi bersih segera dapat menggantikan batu bara," tuturnya.
Lantas, perusahaan mana saja yang berekspansi ke bisnis nikel hingga ekosistem kendaraan listrik ini? Simak di halaman berikutnya..
Sejumlah perusahaan tambang batu bara telah mengembangkan sayap bisnisnya ke tambang nikel hingga ekosistem kendaraan listrik. Siapa saja perusahaan yang berekspansi tersebut? Berikut ulasan lengkapnya.
1. PT Harum Energy Tbk (HRUM)
Pada awal 2021 lalu, salah satu emiten batu bara PT Harum Energy Tbk (HRUM) telah mengakuisisi saham perusahaan nikel PT Position milik Aquila Nickel Pte Ltd yang tercatat berbasis di Singapura sebesar 51%.
Akuisisi PT Position ini merupakan akuisisi perusahaan nikel kedua setelah mengakuisisi Nickel Mines Limited asal Australia pada Juni 2020 lalu. Usai mengakuisisi dua perusahaan nikel tersebut, HRUM menargetkan kontribusi nikel terhadap pendapatan perusahaan bisa mencapai 75%-80% pada 2026 mendatang.
Direktur Utama Harum Energy Ray A. Gunara saat wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (17/02/2021) lalu sempat mengatakan bahwa komoditas nikel yang kini menjadi primadona di tengah gencarnya transisi ke mobil listrik juga menjadi salah satu pendorong perusahaan batu bara ini berekspansi ke bisnis tambang nikel.
"Market antusias sekali dengan segala kegiatan menyangkut nikel, terlihat dari pergerakan saham. Saya rasa antusiasme beralasan karena optimisme pasar atas berkembangnya mobil listrik yang akan meningkatkan demand nikel," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (17/02/2021).
Ray mengatakan, investasi untuk tambang nikel yang tercatat di Australia kurang lebih US$ 54 juta dan US$ 80 juta untuk akuisisi di PT Position.
Lalu, pada Februari 2021 perusahaan tambang yang dimiliki Taipan Kiki Barki ini, melalui anak usahanya PT Tanito Harum Nickel, juga membeli 259.603 saham baru atau 24,5% dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh PT Infei Metal Industry atau PT IMI dengan harga jual beli sebesar US$ 68,60 juta.
Nilai akuisisi ini setara dengan Rp 960,40 miliar.
PT IMI adalah perusahaan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia dan bergerak di bidang pemurnian nikel (smelter).
Ray mengatakan, tujuan dari transaksi ini adalah untuk mengembangkan kegiatan usaha hilir penambahan nikel milik perusahaan ke tahap pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah.
"Tidak ada dampak material dari pembelian saham tersebut terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha," katanya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/2/2021).
2. PT Petrosea Tbk (PTRO)
Perusahaan jasa tambang batu bara ini juga memutuskan untuk mendiversifikasikan usahanya ke jasa tambang nikel.
Presiden Direktur Petrosea Hanifa Indradjaya sempat mengatakan, Petrosea merespons kebijakan global saat ini dengan melakukan diversifikasi usaha dan mengembangkan model bisnis terbarukan.
Petrosea pun kini mulai melakukan diversifikasi bisnis dengan merambah ke industri pertambangan mineral lainnya seperti bauksit, emas dan nikel.
"Business model terbarukan yang diimplementasikan adalah dengan memanfaatkan teknologi terkini sebagai enabler Petrosea untuk mendukung transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT)," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/05/2022).
Dalam menghadapi tantangan netral karbon ini, perusahaan menginisiasikan strategi 3D, yakni Diversifikasi, Digitalisasi, dan Dekarbonisasi.
Diversifikasi maksudnya yaitu perusahaan berencana mengurangi ketergantungan pada kontrak pertambangan batu bara dan merambah ke industri pertambangan lainnya, seperti bauksit, emas, dan juga nikel yang berperan dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.
Sementara digitalisasi, perusahaan telah melakukan transformasi digital melalui Project Minerva sejak 2018, serta mengembangkan model bisnis terbarukan dengan mengadopsi solusi teknologi digital dan jasa konsultasi terintegrasi.
Hanifa mengakui bahwa selama 50 tahun perusahaan berkiprah, tantangan besar yang dihadapi adalah terkait ketidakpastian dan volatilitas dari sektor pertambangan batu bara dan perekonomian global.
Dengan digitalisasi, maka menurutnya Petrosea juga terus mengedepankan cara kerja baru yang lincah agar perusahaan selalu siap dalam menghadapi kondisi global yang berubah-ubah tersebut.
Dia mengatakan, transformasi digital dilaksanakan untuk memicu transformasi Petrosea secara menyeluruh melalui berbagai inovasi teknologi, inisiatif change management serta pemutakhiran mata rantai di seluruh elemen perusahaan.
"Tujuannya adalah menjadikan Petrosea sebagai organisasi yang lebih lincah dan cost effective untuk terus memperkuat kinerjanya," ujarnya.
Sementara terkait dekarbonisasi, menurutnya ini erat kaitannya dengan unsur diversifikasi. Perusahaan berkomitmen untuk memperbanyak kontrak-kontrak dengan perusahaan tambang non emisi, serta pendukung program energi baru terbarukan pemerintah.
Dia mengatakan, perusahaan juga berkomitmen untuk memprioritaskan unsur lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik atau Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam menjalankan setiap aktivitasnya untuk mendukung tujuan pengembangan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs).
Strategi 3D ini menurutnya sebagai upaya strategis untuk menjaga keberlanjutan usaha, serta mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dan melakukan value creation bagi seluruh stakeholder.
"Melalui implementasi strategi 3D, diharapkan ke depannya Petrosea akan menjadi sustainable technology resources company demi mendukung transisi energi ke energi baru terbarukan dan pengembangan sumber daya mineral lainnya," jelasnya.
3. PT Indika Energy Tbk (INDY)
INDY bersama dengan anak usaha, PT Indika Energy Infrastructure, telah mendirikan perusahaan dengan nama PT Solusi Mobilitas Indonesia (SMI).
Penyertaan saham perusahaan dalam SMI merupakan langkah perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha ke sektor kendaraan listrik di Indonesia.
INDY memiliki 99,998% saham senilai Rp 49,99 miliar sedangkan 0,002% sisanya senilai Rp 1.000.000 dimiliki oleh Indika Energy Infrastructure (IEI).
"Tujuan pendirian SMI adalah demi kelangsungan kegiatan usaha industri sepeda motor roda dua, perdagangan besar sepeda motor dan suku cadang sepeda motor dan aksesori, serta melakukan jasa konsultasi manajemen," ungkap Adi Pramono, Sekretaris Perusahaan dalam keterbukaan informasi, Rabu (30/3/2022).
Tahun lalu, INDY juga mendirikan PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI). Nilai investasi untuk pendirian perusahaan ini mencapai Rp 40 miliar.
Manuver INDY masuk bisnis kendaraan listrik sejalan dengan rencana bisnis jangka panjang perusahaan. Sejak 2018, INDY melakukan diversifikasi ke sektor non-batu bara, rendah karbon dan berkelanjutan.
"Kami berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan dari sektor non-batu bara hingga 50% pada tahun 2025 dan mencapai netral karbon pada tahun 2050," jelas Head of Corporate Communications Indika Energy Ricky Fernando beberapa waktu lalu.
4. PT TBS Energi Utama (TOBA)
Pada November tahun lalu TOBA membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan raksasa ride-hailing Gojek terkait pengembangan bisnis sepeda motor listrik di Indonesia.
TOBA melalui anak usahanya, PT Karya Baru TBS telah menandatangani akta pendirian PT Energi Kreasi Bersama, suatu perusahaan patungan dalam bentuk perseroan terbatas yang didirikan PT Rekan Anak Bangsa.
Adapun, modal dasar yang ditempatkan dan modal disetor pada PT Energi Kreasi Bersama senilai Rp 71,75 miliar.
Dibentuknya joint venture itu antara lain, perusahaan ini nantinya akan bergerak dalam bidang perakitan sepeda motor, perdagangan sepeda motor, reparasi dan perawatan sepeda motor, pembiayaan, perakitan baterai untuk kendaraan bermotor hingga penyedia stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum.
"Keikutsertaan emiten dalam pendirian PT Energi Kreasi Bersama merupakan salah satu strategi pengembangan bisnis emiten untuk menghilangkan jejak karbon serta mencapai target net zero emission di tahun 2030," ungkap Presiden Direktur TBS Energi Utama, Dicky Yordan, dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (13/12/2021).
5. PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI)
KKGI atau RAIN Group juga mulai mendiversifikasikan bisnisnya dari tambang batu bara ke pertambangan nikel dengan mengakuisisi dua perusahaan. Pada 15 Januari 2021, perseroan telah menandatangani akta pembelian sebesar 70% saham milik PT Buton Mineral Indonesia (BMI) dan PT Bira Mineral Nusantara. Kedua transaksi ini bukan merupakan transaksi material.
Nilai transaksi pembelian yang dikeluarkan KKGI adalah sebesar Rp 350 juta. Perinciannya, masing-masing sebesar Rp 175 juta untuk membeli 70% saham milik PT BMI dan PT BMN.
"Alasan dilakukan pembelian untuk persiapan ekspansi pada bisnis tambang nikel," tutur Direktur Resource Alam Indonesia, Agoes Soegiarto, Selasa (19/1/2021).
Agoes menjelaskan, mengingat transaksi tersebut bukan merupakan transaksi material, maka tidak ada dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan maupun kelangsungan usaha perseroan terkait akuisisi ini.
Sebagai informasi, mengacu komposisi pemegang saham perseroan efektif 31 Desember 2020, saham perseroan digenggam oleh UBP SG-Energy Collier Pte. Ltd., dengan kepemilikan 26,37%.
Selanjutnya, PT Sejahterah Jaya Cita sebesar 25,52%. Lainnya digenggam oleh UBS AG Singapore dengan kepemilikan 7,97% dan LG International Singapore Pte. Ltd sebesar 5%. Sisanya digenggam oleh pemegang saham publik sebesar 29,01% dan saham treasury sebesar 6,13%.