'Maju Kena Mundur Kena', Wong Cilik Bakal Jadi Tumbal Rupiah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih kesulitan menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Senin lalu rupiah jeblok hingga menyentuh level terlemah dalam 10 bulan terakhir. Sementara kemarin berakhir stagnan di Rp 14.555/US$, setelah sempat mencoba menguat.
Jika kemerosotan rupiah terus berlanjut, maka rakyat jelata bisa menjadi korbannya. Inflasi di Indonesia bisa meroket yang tentunya memukul daya beli masyarakat.
Sementara itu jika Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga guna meredam pelemahan rupiah, maka suku bunga kredit termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan mengalami kenaikan, wong cilik pun akan menjadi korbannya.
Bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif menaikkan suku bunga membuat rupiah terus tertekan.
Pada Kamis (5/5/2022) dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 0,75-1%. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.
Tidak hanya itu, ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan akan kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin dalam pertemuan mendatang.
"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers.
Pasca pengumuman tersebut, pelaku pasar mayoritas melihat suku bunga di AS akhir tahun ini akan berada di rentang 2,75-3%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 200 basis poin lagi.
Dengan agresivitas tersebut dan seandainya Bank Indonesia masih terus mempertahankan suku bunga acuannya di 3,5%, maka selisih (spread) dengan The Fed akan sangat sempit dan membuat aset-aset dalam negeri menjadi tidak menarik.
Pasar obligasi Indonesia sudah terkena dampaknya. Lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan Selasa kemarin sepi peminat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total penawaran yang masuk dalam lelang SUN hanya Rp 19,74 triliun, termasuk 1,33 triliun penawaran investor asing.
Nilai penawaran tersebut menjadi yang terendah di tahun ini, bahkan di bawah target indikatif Rp 20 triliun, dan hanya diserap sebanyak Rp 7,76 triliun.
Jika kondisi ini terus berlanjut, maka rupiah berisiko semakin merosot dan tidak menutup kemungkinan menyentuh Rp 15.000/US$. Kali terakhir rupiah berada di level tersebut pada Mei 2020 lalu, saat pasar finansial mengalami gejolak di masa awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Waspada Harga Pertalite-LPG dan Barang Sehari-hari Makin Mahal
(pap/pap)