
Rp 5 Triliun Lenyap Dalam 2 Hari, Rupiah Batal Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (10/5/2022). Padahal di awal perdagangan hari ini sempat mencatat penguatan cukup tajam. Jika melihat mata uang Asia lainnya yang mayoritas mampu menguat, artinya tekanan bagi rupiah datang dari dalam negeri.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% kemudian terakselerasi hingga 0,19% ke Rp 14.527/US$. Sayangnya penguatan tersebut gagal dipertahankan, rupiah malah berakhir stagnan di Rp 14.555/US$.
Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, kinerja rupiah terbilang mengecewakan. Hingga pukul 15:07 WIB peso Filipina menjadi yang terbaik dengan penguatan sebesar 0,41%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Rupiah yang batal menguat pada hari ini tidak lepas dari berlanjutnya aksi jual di pasar saham. Investor asing tercatat kembali melakukan aksi jual bersih senilai Rp 2,87 triliun di pasar reguler. Ditambah dengan pasar nego dan tunai totalnya menjadi Rp 3,14 triliun.
Net sell hari ini lebih besar dari kemarin yang nyaris Rp 2,6 triliun, sehingga total dalam dua hari sekitar 5,2 triliun.
Bursa saham AS (Wall Street) kembali mengalami aksi jual dan jeblok awal pekan kemarin, yang merembet ke Indonesia yang membuat rupiah tertekan.
Hal tersebut menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang masih buruk. Indeks Dow Jones jeblok 2%, S&P 500 ambrol 3,2% dan Nasdaq paling parah merosot hingga 4,3%.
Sementara itu berbeda dengan banyak bank sentral di berbagai negara, Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan sikap dovish-nya.
Pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan masih bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah.
Yang direspon oleh BI adalah dampak second round yang terlihat dari inflasi inti. BI juga menyatakan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.
"Esensinya sabar, menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan, komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).
Yang menarik, rupiah meski mengalami tekanan hebat sejak akhir April lalu tetapi sepanjang tahun ini pelemahannya tidak terlalu besar.
Sepanjang tahun ini, rupiah tercatat melemah sekitar 2% saja, padahal indeks dolar AS melesat tinggi.
Inflasi di Indonesia memang sudah terus menanjak. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.
Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019.
Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy). Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun.
BI akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 dan 24 Mei mendatang, pelaku pasar akan melihat apakah sikap BI akan berubah menjadi lebih hawkish atau masih tetap dovish.
"BI mungkin akan mempertimbangkan mengubah stance pada akhir kuartal II-2022 dan menaikkan suku bunga acuan pada semester II-2022," sebut riset DBS.
Jika BI benar merubah sikapnya, apalagi di bulan ini maka rupiah akan mendapat suntikan tenaga dan mampu menghadapi dolar AS yang sedang kuat-kuatnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
