Tak Ada Yang Selamat! Rupiah & Mata Uang Asia Dijual Semua!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 May 2022 16:55
penukaran uang
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah belum mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (10/5/2022) setelah merosot cukup tajam kemarin. Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.555/US$, stagnan dibandingkan posisi kemarin meski sebelumnya di awal sesi sempat menguat dalam waktu yang cukup lama. 

Kabar buruk pun datang bagi rupiah dan mata uang utama Asia lainnya. Para spekulan kini berbalik mengambil posisi jual terhadap semua mata uang utama Asia, yang terlihat dari survei 2 mingguan Reuters.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar. Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

Survei terbaru yang dirilis hari ini Kamis (5/5/2022) menunjukkan angka untuk rupiah 0,56 berbalik dari dua pekan lalu -0,03. Posisi short tersebut menjadi yang tertinggi sejak April 2021.

Hasil survei tersebut biasanya juga konsisten dengan pergerakan rupiah. Ketika posisi long meningkat, maka rupiah cenderung melemah. Meski demikian, dibandingkan mata uang Asia lainnya, angka long rupiah menjadi yang paling kecil.

Yuan China menjadi yang terburuk dengan angka 1,75. Bahkan, posisi short tersebut menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Kecemasan akan pelambatan ekonomi China akibat kembali menerapkan kebijakan lockdown menjadi pemicu aksi jual yuan. Hal itu juga merembet ke mata uang Asia lainnya.

Selain itu, pemicu aksi jual mata uang Asia yang paling utama yakni bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga.

Pada Kamis (5/5/2022) dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 0,75-1%. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Tidak hanya itu, ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan akan kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin dalam pertemuan mendatang.

"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers.

cmeFoto: CME Group

Pasca pengumuman tersebut, pelaku pasar mayoritas melihat suku bunga di AS akhir tahun ini akan berada di rentang 2,75-3%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 200 basis poin lagi.

The Fed masih akan melakukan rapat kebijakan moneter 5 kali lagi. Jika ekspektasi pasar tersebut terealisasi maka The Fed kemungkinan menaikkan suku bunga masing-masing 50 basis poin dalam tiga pertemuan dan sisanya 25 basis poin.

Itu artinya The Fed akan sangat agresif dalam menormalisasi kebijakan moneter.

The Fed juga sudah menyatakan akan mengurangi nilai neraca (balance sheet) yang saat ini senilai US$ 9 triliun. Nilai neraca tersebut akan dikurangi secara bertahap.

Pada Juni, Juli, dan Agustus, dikurangi masing-masing US$ 47,5 miliar per bulan. Mulai September, nilai pengurangannya menjadi US$ 90 miliar per bulan. Pengurangan tersebut membuat likuiditas di perekonomian akan terserap. Itu artinya The Fed akan sangat agresif dalam menormalisasi kebijakan moneter

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indeks Dolar AS Terbang Tinggi, Rupiah Cs kok Masih Stabil?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular