Harga Minyak Masih Nanjak 2,5% Sepanjang Pekan, Kok Bisa Ya?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
01 May 2022 10:45
FILE PHOTO: Oil pours out of a spout from Edwin Drake's original 1859 well that launched the modern petroleum industry at the Drake Well Museum and Park in Titusville, Pennsylvania U.S., October 5, 2017. REUTERS/Brendan McDermid/File Photo
Foto: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. (REUTERS / Brendan McDermid / File Foto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada pekan ini terpantau 'bergairah', meski sentimen pasar pada pekan ini masih cenderung negatif.

Harga minyak kontrak Brent melesat 2,52% dibanding posisi penutupan pekan lalu ke US$ 109,34/barel. Sedangkan untuk minyak kontrak West Texas Intermediate (WTI) melonjak 2,57% ke US$ 104,69/barel pekan ini.

Secara harian pada perdagangan Jumat (29/4/2022), harga minyak mentah terkoreksi. Minyak jenis Brent turun tipis 0,04%. Sedangkan yang jenis WTI melemah 0,42%.

Sentimen negatif yang pertama yakni pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal I tahun 2022. Pada kuartal I-2022, ekonomi Negeri Paman Sam secara mengejutkan mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif 1,4% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Angka itu jauh di bawah konsensus pasar yang memperkirakan terjadi pertumbuhan ekonomi 1,1%.

Faktor yang mempengaruhi kontraksi tersebut adalah ekspor, yang minus 5,9%. Di sisi lain, impor melonjak 17,7% dan ini menjadi faktor pengurang.

Sementara konsumsi pemerintah turun 2,7% karena belanja penanganan pandemi Covid-19 yang berkurang. Investasi masih tumbuh 2,3%, tetapi jauh melambat ketimbang kuartal sebelumnya yang melesat 36,7%.

AS adalah konsumen minyak terbesar dunia. Jika ekonomi Negeri Adidaya menciut, maka dikhawatirkan konsumsi energi akan turun.

Sedangkan sentimen kedua yakni dari China. Sudah lebih dari sebulan, kota Shanghai, distrik pusat ekonomi dan keuangan China, masih saja memberlakukan karantina wilayah (lockdown) untuk meredam penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Kini muncul kekhawatiran virus tersebut menebar ancaman di ibu kota Beijing. Pekan ini, pemerintah Beijing melakukan tes massal untuk mendeteksi keparahan penyebaran virus corona.

Jika Beijing sampai 'digembok' seperti Shanghai, maka dampak ekonominya akan luar biasa. Nie Wen, Ekonom Hwabao Trust, memperkirakan lockdown di Shanghai dan Beijing bisa memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) China sampai 1 poin persentase.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Naik-naik ke Puncak Gunung, Minyak "To The Moon" karena Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular